Sumbangkan Ilmu dengan Benar

  • 13 Oct
  • bidang ikp
  • No Comments

Cepu – Setelah dulu pondok pesantren, kini kampus menjadi target empuk penyebaran paham radikal oleh para pelaku terorisme. Mereka memanfaatkan belum matangnya emosional mahasiswa untuk dicuci otak dan dicekoki paham radikal.

“Pemikiran-pemikiran radikal, nuwun sewu, paling banyak disusupkan di sekolah tinggi-sekolah tinggi, di universitas-universitas. Guru kami dari Syuriah mengatakan, buat apa kita debat dengan orang-orang radikal. Buat apa kita debat dengan orang-orang yang pemahaman Islamnya masih tingkat MTS. Kita nggak perlu debat dengan mereka,” urai Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin Maimoen saat Rapat Terbuka Senat Sekolah Tinggi Agama Islam Al Muhammad dalam rangka Wisuda Sarjana ke-14, Sabtu (12/10) di kampus setempat.

Kepada 161 orang lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Al Muhammad yang memiliki wawasan Islam tinggi, Wagub Taj Yasin mengajak mereka menjadi garda terdepan dalam memerangi paham radikalisme. Caranya, dengan memberikan pemahaman jika Islam nusantara di Indonesia adalah Islam yang rahmatan lilalamin. Paling tidak di lingkup Jawa Tengah.

Mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah itu juga menceritakan kesan pelajar Jerman yang belajar di SMA 5 Semarang. Para pelajar Jerman kagum dengan kebersamaan antarwarga, meskipun dari latar belakang yang berbeda-beda.

“Kemarin saya terima tamu dari Jerman. Mereka belajar di Indonesia. Mereka kagum dan kaget dengan Indonesia. Di sana agama tidak begitu penting. Yang penting bagaimana mengembangkan teknologi, maka teknologi maju. Tapi kebersaman tidak ada. Di sini agama banyak, bahasa banyak, bermacam-macam suku. Di Jawa saja sukunya banyak, tapi bisa saling menghormati,” bebernya.

Keberagaman dan kebersamaan di Indonesia, lanjutnya, adalah nilai. Nilai itu yang perlu ditunjukkan kepada dunia luar, sehingga akan menangkal paham radikalisme masuk ke Indonesia.

Ketua Kopertis Wilayah X Prof Muhibbin menambahkan, saat ini banyak orang bisa belajar Islam hanya menggunakan tool. Dari situ, dia hanya akan mendapatkan pemahaman pada satu sisi. Padahal, mestinya pemahaman itu didapatkan dari berbagai sisi.

“Ini seperti mendeskripsikan gajah dalam gelap. Orang yang memegang telinganya akan menyebut seperti kipas, yang memegang kakinya, akan menyebut tegak seperti tembok,” jelasnya seraya menganalogikan

Maka sebagai lulusan sekolah tinggi agama Islam, yang saat menempuh pendidikan, di antaranya mendapat ilmu tafsir dan hadist, harus bisa menyumbangkan ilmunya kepada masyarakat secara benar.

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait