Saling Fitnah, Nyinyir, Bukan Nilai Islam

  • 02 Feb
  • bidang ikp
  • No Comments

Rembang – Ulama Kharismatik yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Rembang, KH Maimoen Zubair menekankan agar masyarakat terus menjaga perdamaian, termasuk pada Pemilu tahun ini.

“Baik sebelum Pemilu maupun setelah Pemilu, saya harap suasana tetap damai. Pilihlah yang baik, menurut keyakinan masing-masing,” tegasnya saat Sarang Berdzikir di Ponpes Al-Anwar Sarang Rembang, Jumat (1/2/2019).

Acara itu dihadiri pula oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo beserta Ibu Negara Iriana, sejumlah menteri, Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo dan wakilnya Taj Yasin Maimoen, serta tamu undangan lainnya.

Ditambahkan, mencalonkan diri menjadi pemimpin itu hukumnya wajib. Sebab kalau tidak ada yang mencalonkan, maka pemerintahan akan kosong.

“Mendirikan negara itu suatu kewajiban. Untuk itu, kepada Pak Jokowi dan Pak Prabowo, mencalonkan diri menjadi Presiden itu pahalanya besar. Baik nantinya jadi atau tidak, tetap mendapat pahala,” tutur ulama yang akrab disapa Mbah Moen ini.

Hal senada juga disampaikan Presiden Joko Widodo. Presiden meminta semua masyarakat untuk menyadari, Indonesia adalah bangsa yang besar. Dengan 260 juta penduduk yang tinggal di 17.000 pulau ini, jangan sampai terpecah belah hanya karena beda pilihan dalam politik.

“Mari kita terus jaga persatuan, persaudaraan, kerukunan, ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah Wathoniyah. Jangan sampai karena perbedaan dalam politik, membuat kita seolah bukan saudara,” ucapnya.

Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta ini, Pemilu di Indonesia diselenggarakan setiap lima tahun. Namun sayangnya, sejumlah pihak justru melupakan etika, tata krama, sopan santun dan budi pekerti dalam berpolitik.

“Saya sering menyampaikan, kalau ada pilihan misalnya bupati calonnya satu, dua atau tiga, dilihat saja prestasinya apa, pengalamannya apa, sudah berpengalaman dalam pemerintahan belum, gagasannya apa, idenya apa, programnya apa. Sudah. Setelah itu, bismillah pilih yang diyakini,” imbuhnya.

Tindakan saling fitnah, mencela, mengejek, nyinyir, menghina, dan sebagainya, kata Jokowi, teharusnya tidak terjadi.

“Saya tekankan, itu bukan nilai-nilai keindonesiaan, itu bukan nilai-nilai Islam,” tegasnya.

Untuk itu, mantan Wali Kota Solo tersebut meminta masyarakat menghindari hal-hal buruk dalam berpolitik. Apalagi dunia maya, media sosial, seringkali menjadi ajang saling fitnah dan mencela. Itu bukan etika berpolitik, bukan adab berpolitik yang baik, dan tidak ada dalam nilai sopan santun.

Jokowi juga menyinggung bagaimana selama empat tahun ini dia diserang, direndahkan, dimaki, difitnah, namun dia diam saja. Ia mengatakan hanya bisa bersabar dan bersabar.

“Tapi ya kadang-kadang perlu dijawab. Masak empat tahun saya dibilang PKI diam saja, saya dibilang anti ulama diam saja, saya dibilang melakukan kriminalisasi ulama diam saja. Ya saya jawab. Tapi bukan marah ya, hanya meluruskan,” terang Jokowi.

Dia pun menjawab semua tudingan dan fitnah-fitnah itu kepada masyarakat, sama sekali ia tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan itu. Seperti, saat Jokowi dianggap PKI, padahal organisasi itu bubar sekitar 1965-1966.

“Sementara saya lahir tahun 1961. Jadi masih empat tahun, masih balita. Masak ada anggota PKI balita,” sorotnya.

Fitnah yang mengatakan Jokowi anti ulama, melakukan kriminalisasi ulama dan fitnah-fitnah lain, juga tidak benar.

“Saya mengajak semua masyarakat agar mengedepankan etika berpolitik, sopan santun berpolitik demi kesatuan, persatuan dan kerukunan bangsa,” pungkasnya.

 

Penulis : Bw, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait