Pengajian Bisa Jadi Wahana Saling Mengingatkan

  • 16 Jan
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Pengajian atau kegiatan keagamaan tak hanya untuk beribadah, melainkan juga bisa dimanfaatkan sebagai wahana untuk saling mengingatkan dan mengoreksi. Hal itu sekaligus merekatkan hubungan di kalangan masyarakat.

Saat menghadiri Haul Habib Hasan bin Thoha bin Muhammad bin Yahya, di Jalan Duku, Lamper Kidul, Semarang Selatan, Kota Semarang, Selasa (15/1/2019) malam, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta agar pengajian seperti malam itu dirawat dan digelar setiap hari, dapat menjadi wahana untuk saling mengingatkan, saling menghormati, dan mengoreksi. Sehingga, bentrokan dan perpecahan, tidak akan terjadi. Pertemuan tersebut bisa juga disisipi berbagai sosialisasi, salah satunya ajakan untuk merawat sungai.

“Ada lagu, Semarang kaline banjir. Kalau dirawat dan dijaga bersama dengan tidak membuang sampah sembarangan, maka Semarang tidak banjir lagi,” tuturnya.

Dia juga meminta setiap orang agar selaku membahagiakan orang lain. Apalagi, dengan membahagiakan orang lain akan mendapat pahala.

Terkait bencana yang terjadi, Ganjar juga meminta kepada para bupati dan wali kota untuk hati-hati dan menyiapkan masyarakatnya tangguh bencana.

“Jangan saling menyalahkan. Saya merasa senang ketika terjadi bencana di daerah lain, masyarakat bergerak bersama memberikan bantuan dengan ketulusan dan keguyuban. Bangsa ini akan terus menerus ada karena kontribusi masyarakatnya,” paparnya.

Hadir dalam acara yang selesai pada Selasa (16/1/2019) dini hari itu, Syaikh Muhammad Adnan Al Afwiyuni dari Damascus Syria, Syaikh Riyadh Bazou dari Beirut Lebanon, Syaikh Aun Muin Al Quddumi dari Amman Jordania serta Habib Luthfi bin Ali bin Yahya. Keempatnya secara bergantian menyampaikan mauidoh khasanah. Sementara, untuk doa, dipimpin Habib Ja’far bin Muhammad bin Hamid bin Umar Alkaff.

Sebelumnya, haul diawali dengan khataman Alquran, pembacaan kitab Dala’ilul Khoirot dan kirab Merah Putih. Salah satu panitia pun membacakan manaqib Habib Hasan bin Thoha yang merupakan perjuangan saat melawan penjajahan belanda. Habib Hasan dikenal sebagai seorang ulama dan pejuang garang.

Sehingga banyak orang memberi nama julukan Singo Barong. Habib Hasan juga memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga keraton Jogjakarta, karena ia menantu Sultan Hamengku Buwono II dan ipar Hamengku Buwono III. Sehingga ia mendapatkan gelar Raden Tumenggung Sumodiningrat, Pati Lebet Kerajaan Mataram atau kerap disebut Syekh Kramat Jati.

Habib Hasan dilahirkan dari pasangan Habib Thoha bin Muhammad Al-Qadhi bin Yahya dengan Syarifah Fathimah binti Husain bin Abu Bakar bin Abdullah Al-Alydrus pada 1736 Masehi. Sedangkan wafat pada 1818 Masehi dan dimakamkan di Jalan Duku, Kelurahan Lamper Kidul, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, tepatnya di belakang Java Mal.

Dalam mauidoh khasanahnya, Habib Lutfi menyampaikan Indonesia yang subur dan makmur itu juga memiliki kekayaan ulama dari Sabang sampai Merauke untuk menjadi cermin para insan.

Untuk menjaga NKRI tetap utuh, Habib Lutfi juga menegaskan jika Indonesia lebih bernilai dari politik dan Indonesia lebih bernilai dari sebuah kelompok.

“Kekuatan Indonesia ini ada tiga, ulama, TNI dan Polri. Ketiganya harus menjadi satu karena akan menjadi kekuatan pokok,” tandasnya.

 

Penulis : Sy, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait