Jajan di Pasar Lembah Merapi, Ganjar Gegerkan Warga Dukun

  • 15 Jul
  • bidang ikp
  • No Comments

MAGELANG – Sega Megono dan Kopi Lanang menjadi menu yang dinikmati Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat mengunjungi Dukun di Kabupaten Magelang, Minggu (14/7). Uniknya lagi, Ganjar tak boleh membayar menggunakan uang rupiah atau dollar untuk menu yang dinikmatinya itu, melainkan hanya boleh menggunakan koin dari bambu.

Ada apa Ganjar berkunjung ke Dukun? Jangan salah sangka, Dukun yang dikunjungi pria yang identik dengan rambut putihnya ini bukanlah seorang paranormal, melainkan sebuah Kecamatan di Kabupaten Magelang.

Ya, Kecamatan Dukun kini memang menjadi primadona. Di lokasi tersebut, terdapat desa yang memiliki pasar Tradisional Lembah Merapi bernama Desa Banyubiru. Di lokasi pasar itu, masyarakat menjajakan aneka penganan jadul tempo dulu, seperti gethuk, dawet, sega megono, iwak wader, serabi, jamu dan aneka kuliner yang jarang ditemui di restoran-restoran.

Kehadiran Ganjar ke lokasi itu langsung membuat geger para pedagang dan ratusan pengunjung lainnya. Mereka kemudian berebut berswafoto dan menawarkan jajanannya masing-masing.

“Pak dawetnya pak, ini enak pak. Sak mangkok rong Dono (satu mangkok dua koin Dono),” kata penjual dawet.

Ganjar pun memesan dawet yang dijajakan itu. Sambil menyeruput dawetnya itu, ekspresi wajahnya langsung bersinar.

Enak tenan iki, suweger,” ujar orang nomor satu di Jawa Tengah ini.

Tak hanya itu, Ganjar pun berkeliling untuk mencicipi beberapa penganan lain. Dengan keranjang berisi koin Dono, Ganjar dengan telaten membeli jajanan yang dijual sambil melayani pengunjung yang ingin bersalaman.

“Ini tempat bagus, makanannya juga enak-enak yang jarang ditemui saat ini. Tadi saya mencoba sega megono dengan iwak wader, enak sekali. Saya juga coba kopi lanang yang disajikan secara tradisional. Dengan pemandangan Gunung Merapi, tempat ini memang sangat menarik, tinggal ditata saja biar tambah rapi,” beber gubernur.

Menurutnya, geliat kampung-kampung dengan memunculkan ekonomi kreatif seperti ini akan terus didukung. Ia berharap, di ujung kampung dan daerah terpencil Jateng dapat terus bermunculan ekonomi kreatif semacam ini.

“Sehingga ekonomi masyarakat dapat terangkat, karena di sini penjualnya adalah masyarakat sekitar. Tinggal saya usul dibuat banyak event, apakah mereka menari, menyanyi dan memunculkan keunikan-keunikan di daerahnya masing-masing,” pungkasnya.

Koordinator Pasar Tradisional Lembah Merapi, Bayu Sapta Nugraha mengatakan, pasar tradisional itu mulai beroperasi sejak Februari 2019. Mengandalkan konsep jadul, pangsa pasar yang ditarget adalah wisatawan luar Magelang.

“Pengunjung sangat antusias, setiap event, lebih dari 5.000 orang berkunjung. Omsetnya juga bisa mencapai Rp40 juta sekali event,” kata dia.

Setidaknya ada 35 stand yang menjajakan aneka penganan tradisional di lokasi itu. Para penjual, lanjut Bayu, merupakan warga asli Desa Banyubiru.

“Kami memang ingin meningkatkan perekonomian masyarakat dengan konsep ini. Kami kelola dengan manajemen Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), sehingga semua bisa sejahtera bersama,” terangnya.

Salah satu warga Banyubiru yang merasakan betul dampak dari Pasar Tradisional Lembah Merapi adalah Murwati (35). Perempuan yang biasanya menjual dawet di pinggir jalan tanpa penghasilan tetap itu kini mulai sejahtera.

Alhamdulillah tempat ini membawa berkah. Sebelumnya jualan di warung pinggir jalan, ndak mesti hasilnya. Di sini setengah hari bisa dapat Rp1 juta. Tentu ekonomi keluarga jadi meningkat,” ucapnya. (Humas Jateng)

Berita Terkait