Belajar “Niteni” untuk Waspadai Bencana

  • 23 Aug
  • Prov Jateng
  • No Comments

Magelang – Memasuki iklim pancaroba, Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP kembali meminta seluruh bupati/ wali kota agar tetap waspada menghadapi bencana alam. Apalagi Jateng merupakan supermarket bencana atau hampir semua daerah rentan terjadi bencana, baik longsor, banjir, gempa bumi, kekeringan, gunung meletus, hingga tsunami.

“Kita sudah meminta kepada semua daerah, bupati dan wali kota untuk waspada. Kita meminta semua standby, siapapun, tidak hanya pemerintah termasuk juga aktivis dan masyarakat untuk menjaga guna mengurangi kemungkinan terjadinya bencana,” ujar gubernur saat memberi membuka Konferensi Nasional Pendidikan Bencana (Konas PB) 2017 di Aula Universitas Muhammadiyah Magelang, Selasa (22/8).

Terkait kekeringan dan kekurangan air yang saat ini mengancam bahkan telah terjadi di beberapa daerah, kata dia, pihaknya sudah siapkan penanganan darurat dengan menyuplai air ke daerah-daerah yang mengalami krisis air bersih. Dalam penanganan jangka pendek tersebut, pemerintah juga menggandeng perusahaan-perusahaan baik BUMN maupun swasta untuk menyuplai air bersih.

“Kekeringan terkait dengan kekurangan air. Maka kita sudah siapkan bantuan darurat menyuplai air bersih. Besok dalam kunjungan kerja saya ke Kedu dan Banyumas juga akan membantu air bersih kepada warga yang membutuhkan,” imbuhnya.

Sementara itu, dalam kegiatan bertema ” Pendidikan Bencana Era Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015-2030″ tersebut, gubernur juga memaparkan tentang pentingnya early warning sistem (EWS) atau sistem peringatan dini bencana serta pengetahuan kebencanaan bagi masyarakat.

“Keberadaan sistem peringatan dini bagi masyarakat Jawa Tengah sangatlah penting, mengingat hampir semua daerah di Jateng merupakan supermarket bencana. Jadi bencana apapun ada di Jateng, baik tanah longsor, gempa, banjir, gunung meletus, bahkan tsunami,” bebernya.

Menurutnya, dengan adanya EWS di daerah-daerah dengan potensi bencana tinggi, diharapkan masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana bisa melakukan pencegahan untuk menyelamatkan diri saat terjadinya bencana alam. Sebab ketika akan terjadi bencana sudah bisa diketahui melalui sinyal-sinyal yang dimunculkan EWS. Salah satunya suara sirine saat akan terjadi tanah longsor.

Untuk mengetahui tanda-tanda akan terjadi bencana alam tidak hanya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu “titen” dan kearifan lokal juga mampu mendeteksi akan datangnya bencana alam di suatu daerah. Ilmu titen dan kearifan lokal yang ada di daerah itu sudah bisa menjadi cara mengidentifikasi bagaimana mengantisipasi bencana kemudian bersiap-siap untuk mengurangi risiko bencana, serta memunculkan metode-metode baru yang bisa menyelamatkan warga saat terjadi bencana

Mantan anggota DPR RI ini mencontohkan ilmu titen yang diterapkan masyarakat di kawasan lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Jika rumah yang terbuat dari kayu tiba-tiba pintu dan jendela tidak bisa ditutup, maka itu menandakan akan terjadi gempa bumi. Demikian pula ketika muncul rekahan tanah dan air sumur menjadi keruh.

“Dari itu kita belajar niteni. Berbeda dengan cara niteni gempa di daerah Pemalang, warga memasang alu di bebetapa titik, dan alu itu harus milik janda. Entah bagaimana awal ceritanya bisa seperti itu, tapi itulah kearifan lokal masyarakat kita mendeteksi bencana,” terangnya.

Ganjar mengatakan, ada banyak hal penting yang bisa disampaikan kepada masyarakat terkait kesiapsiagaan bencana, baik itu ide-ide yang bersumber dari beragam pengalaman maupun dari hasil riset. Indonesia makin peduli pada bencana dan ini harus selalu dikampanyekan agar semua peduli pada kondisi daerah masing-masing.

Ketua Panitia Konferensi Nasional Pendidikan Bencana 2017, Budi Santosa menjelaskan, kegiatan yang dihadiri sekitar 200 peserta yang terdiri atas perwakilan pemangku kepentingan untuk pengurangan risiko bencana tersebut diharapkan menjadi ajang pertukaran informasi, pengetahuan, dan pengalaman tentang pelaksanaan pendidikan bencana baik formal maupun nonformal serta berjejaring.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

 

Berita Terkait