LIPI, TELITI TRADISI NGASA

  • 22 Mar
  • dev_yandip prov jateng
  • No Comments

BREBES-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan terus melakukan penelitian terhadap kampung budaya Jalawastu, di desa Cieseureuh, Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes. Penelitian dipandang perlu mengingat pelestarian budaya akan mewarnai keteguhan nilai-nilai suatu daerah yang muaranya menjadi kekayaan nasional yang adi luhung.

Demikian disampaikan Peneliti Sosial Kemasyarakatan LIPI Jakarta Riewanto Tirtosudarmo PhD disela kegiatan upacara adat Ngasa setiap Selasa Kliwon (21/3) di Kampung Adat Jalawastu, Cieseureuh, Ketanggungan, Brebes.

Riwanto yang baru sekali ini datang ke upacara adat Ngasa, selanjutnya akan mengirimkan tim peneliti. Dia melihat di jalawastu ada semangat konservasi lingkungan sebagai usaha yang bagus untuk menyelamatkan lingkungan. “Ternyata, lingkungan ada hubungannya dengan masyarakat adat di dalamnya,” ujarnya.

Mereka tidak hanya bisa memanfaatkan lingkungan hutan, tetapi juga sama memperlakukan hutan seperti halnya manusia. Sama-sama mahluk seperti manusia yang harus dikasih sayangi dipelihara, dilestarikan dan dihargai. “Cabut rumput saja, menurut aturan adat Jalawastu sudah sangat tabu,” ungkapnya.

Dia menyarankan, Kampung Budaya Jalawastu agar dijadikan model pengembangan adat budaya yang ramah lingkungan berkat kepemimpinan adat masyarakat tersebut. “Saya yakin, pengembangan kedepan akan lebih menyentuh karena peran Pemkab, Perhutani, masyarakat setempat sudah saling klik,” pungkasnya.

Diterjunkannya tim peneliti dari LIPI Jakarta untuk dijadikan acuan pengembangan Kampung Budaya yang sudah berumur ratusan tahun, namun tetap dipertahankan oleh masyarakatnya. “Masyarakat Jalawastu, kukuh mempertahankan nilai kejujuran, saling bergotong royong dan taat beribadah serta sebagai penjaga lingkungan sebagaimana diatur dalam adat istiadatnya,” ungkap Riewanto menyimpulkan sementara keberadaan masyarakat Jalawastu.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Brebes Amin Budi Raharja menjelaskan, Dukuh Jalawastu telah sejajar dengan masyarakat adat lainnya yang telah dikenal lebih dahulu di Indonesia, seperti kaum Samin, masyarakat tengger Banyumas dan lain-lain.

Jalawastu mampu mencerminkan kesadaran masyarakat akan keberagaman budaya dan tradisi di Kabupaten Brebes. Betapapun kampung adat merupakan living culture yang berperan dalam pembentukan identitas sosial.

Jalawastu merupakan komunitas masyarakat di lereng Gunung Kumbang dan Gunung Sagara yang melestarikan tradisi Sunda Jawa. Pedukuhan tersebut, telah terpelihara ratusan tahun lamanya dengan memegang teguh upacara adat budaya Ngasa yang digelar setiap Selasa Kliwon mangsa kasanga setiap tahunnya.

Sebagaimana terlihat pada Selasa 21 Maret 2017, sejak pukul 05.00 wib, bada subuh, puluhan ibu-ibu menggendong cepon dengan tangan kanannya menjinjing rantang seng, menyusuri bebukitan gunung kumbang Brebes. Mereka bergegas menuju Dukuh Jalawastu Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes dimana akan digelar upacara adat Ngasa.

Pantang makan nasi, daging dan ikan

Lelaki tua yang disebut juru kunci Pesarean Gedong Makmur, beserta tetua lainnya dengan berpakaian putih-putih menyusul dibelakang rombongan ibu-ibu pembawa makanan.

Menurut penuturan Pemangku adat setempat Dastam menjelaskan, masyarakat Jalawastu pantang makan nasi beras dan lauk daging atau ikan. Yang tersedia adalah jagung yang ditumbuk halus sebagai makanan pokoknya dengan lauk lalapan dedaunan, umbi-umbian, pete, terong, sambal dan dedaunan lainnya.

Begitupun dengan piring dan sendok yang digunakan tidak menggunakan alat yang terbuat dari bahan kaca. Piring, sendok, cepon dan rantang yang digunakan mereka terbuat dari seng atau dedaunan.

Upacara adat Ngasa ini telah dilaksanakan oleh warga secara turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Upacara ini sebagai simbol tanda terimakasih kepada Tuhan yang maha kuasa atas segala nikmat yang telah dikaruniakan.

“Seperti di daerah pantai ada sedekah laut, di tengah-tengah ada sedekah bumi. Kami yang disini boleh dikata sebagai sedekah gunung,” ujar Dastam.

Upacara adat ini digelar setiap Selasa Kliwon pada Mangsa Kesanga. Gelaran Ngasa ini diadakan dalam kurun satu tahun sekali. Kali pertama, Ngasa digelar sejak masa pemerintahan Bupati Brebes IX Raden Arya Candra Negara.

Ngasa berarti perwujudan rasa syukur kepada Batara Windu Buana yang dianggap sebagai pencipta alam. Batara sendiri mempunyai ajudan yang dinamakan Burian Panutus. semasa hidupnya tidak makan nasi dan lauk pauk yang bernyawa.

“Semua itu, sebagai kebaktian kepada Batara,” imbuh Dastam.

Dalam kesempatan tersebut, ikut hadir Wakil Bupati Brebes Narjo SH, Anggota DPRD Brebes Rizki Ubaidillah, dan Camat Ketanggungan Aries Laode Vindar dan sejumlah undangan lainnya.(wasdiun)

Berita Terkait