“Wiraguna” pun Keliru Tafsirkan 5 NG

  • 21 Aug
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Istri seorang Kepala Urusan (Kaur) Kelurahan mengeluhkan kondisinya yang dirasa kurang sejahtera dan tidak membahagiakan. Padahal, saat menikah dengan pejabat kelurahan, dia membayangkan bakal hidup berlebih.

Namun apa daya, semua itu tidak terwujud karena penghasilan yang diterima suaminya tak cukup untuk membeli barang yang diinginkannya, seperti kalung dan gelang emas, serta handphone canggih. Tak betah berlama-lama “menderita”, dia menuntut suaminya agar bisa membelikan benda yang diinginkannya. Permintaan itu pun didukung anak perempuannya yang sudah remaja.

Pokokke kepriwe carane sore iki inyong kudhu nduwe,” ujar si istri dengan logat ngapak yang khas.

Gerah dengan tuntutan istrinya, Pak Kaur pun goyah. Dia yang semula tak mau menerima uang tambahan dari warganya, mulai mempersulit pengurusan administrasi di kampungnya. Mereka yang memberikan uang pelicin akan mendapat pelayanan lebih dengan percepatan pengurusan administrasi. Hingga suatu saat, warga melapor pada Lurah, dan Kaur pun mendapat teguran keras karena telah melakukan pungutan liar (pungli). Warga yang memberikan uang pun memeroleh teguran yang sama karena membuka peluang korupsi.

Cerita itu disampaikan Forum Komunikasi Media Tradisional (FK Metra) Kabupaten Purbalingga pada Putaran Final Festival Pertunjukan Rakyat FK Metra Jateng Tahun 2017 di Panggung Budaya PRPP, Minggu (20/8). Meski menyampaikan sejumlah peraturan perundangan mengenai pengurusan administrasi kependudukan dan larangan pungutan liar, tapi pesan yang disampaikan tersebut lebih mudah difahami. Bukan saja karena disampaikan dengan bahasa Purbalingganan, melainkan juga dipaparkan dengan dipadukan tembang dan Tari Lenggeran, lengkap dengan alat musik calung dan kendang.

Pesan antikorupsi juga disampaikan FK Metra Kabupaten Rembang dengan lakon Rara Mendut. Meski dikemas dalam bentuk ketoprakan, tetap saja ada pesan moral yang disampaikan. Misalnya, saat Tumenggung Wiraguna ketahuan tidak menyetorkan pajak masyarakat. Atau ketika Wiraguna kedapatan mengintip wanita muda yang tengah hamil, karena salah mengartikan program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5 NG).

Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng kuwi ora wong metenge diinceng tenanan. Tapi bareng-bareng antara punggawa, ibu-ibu PKK, lan masyarakat ngawasi ibu hamil. Sehingga nggak ada lagi ibu yang melahirkan terus meninggal, bayi lahir meninggal,” tegas pria yang berlakon sebagai ayah Rara Mendut.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Tengah Dadang Somantri menyampaikan FK Metra yang mewadahi seluruh komunitas seni tradisional Indonesia, memang diharapkan dapat membantu dan memperlancar penyebaran arus informasi publik kepada masyarakat hingga ke pelosok pedesaan. Jadi, tidak sekadar mengangkat kesenian tradisional dan meningkatkan kesejahteraan para pelaku seni, yang terpenting justru sosialisasi program pemerintah hingga level paling bawah.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP mewakili Gubernur Jawa Tengah menyampaikan anggota FK Metra yang tampil merupakan pejuang budaya. Orang-orang yang peduli kepada kelestarian dan kemajuan seni kerakyatan di era serba digital yang membuat masyarakat mulai mengabaikan pertunjukan rakyat. Terlebih, ada misi penyampaian informasi kepada rakyat, sehingga FK Metra bisa jadi media alternatif untuk mengedukasi dan menyampaikan segala hal menyangkut pembangunan Jawa Tengah.

Menurutnya, ada pesan-pesan sosial yang harus kuat disampaikan selain pesan pembangunan lainnya. Seperti bagaimana capaian pembangunan kita selama ini di semua sektor maupun pekerjaan rumah (PR) yang harus kita selesaikan.

“Atas keberhasilan pembangunan, sumangga disampaikan. Tetapi sakmadya, jangan berlebihan. Nanti malah dianggap sekadar pencitraan yang bikin orang bosan. Bagaimana kita pintar-pintar mengemasnya saja,” beber Sekda.

Ditambahkan, tidak hanya keberhasilan, belum berhasilnya pembangunan juga disampaikan lengkap dengan penyebabnya. Jika perlu, melalui pertunjukan rakyat sekaligus disampaikan permintaan maaf kepada masyarakat mengenai belum berhasilnya pembangunan di aspek tertentu. Setelah itu, tetap berusaha menyampaikan perbaikan untuk mengatasi persoalan tersebut.

“Pada prinsipnya, saya apresiasi betul peran FK Metra sebagai media penyampai infornasi bagi rakyat. Makin banyak kanal yang kita miliki makin bagus, agar rakyat tahu persis kinerja kita,” terangnya.

Sri Puryono juga mendukung terbentuknya FK Metra di sembilan kabupaten/ kota yang saat ini masih dalam proses. Setidaknya, akhir Desember 2017, seluruh kabupaten/ kota sudah membentuk FK Metra. Mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah ini bahkan membayangkan adanya Ketoprak Keliling yang tampil di event-event tertentu, seperti Hari Jadi Provinsi, Kabupaten/ Kota, maupun festival-festival lainnya.

Dalam final tersebut, juri Maston (Teater Lingkar), Handri TM (Dekase), dan Daniel Hakiki (FK Metra Jateng) menobatkan FK Metra Kabupaten Karanganyar sebagai Juara I. Sementara Juara II diraih Kabupaten Purbalingga, Juara III Kabupaten Rembang, Juara Harapan I Kabupaten Pekalongan, Juara Harapan II Kabupaten Grobogan, dan Juara Harapan III Kabupaten Magelang. (Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait