Portal Berita
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Upayakan Antiperundungan, Nawal: Mendidik Anak Bukan dengan Ancaman Sanksi
- 08 May
- ikp
- No Comments

SEMARANG – Lingkungan pendidikan di Jawa Tengah didorong untuk bisa bebas dari tindakan perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi. Oleh karena itu, semua pihak khususnya sekolah, mesti mengupayakan tindakan yang lebih baik untuk anak didik, bukan malah memberikan sanksi.
“Yang harus dipahami, bahwa mendidik tidak harus melakukan sesuatu dan menghukum. (Kalau demikian) ini bukan sekolah, ini bukan pendikan, tapi mahkamah kalau seperti itu. Tapi yang penting adalah, kita dengar suara anak, apa yang dibutuhkan anak, insyaallah anak akan manut,” kata Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah, Nawal Arafah Yasin, seusai menjadi pembicara Konsolidasi Daerah Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Jateng, di Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Tengah, Kamis (8/5/2025) petang.
Menurut istri Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen itu, mereka yang hanya memikirkan sanksi ketika anak bersalah, berarti bukan insan lembaga pendidikan, melainkan mahkamah.
Dalam kegiatan yang dihadiri para Kepala Dinas Pendidikan se-Jateng dan lembaga terkait lainnya tersebut, Nawal menuturkan hal penting yang bisa menjadi pegangan lembaga pendidikan. Di antaranya, pendekatan seperti disiplin positif, komunikasi efektif, dan belajar reflektif. Pendekatan untuk mendisiplinkan anak dengan penuh kesadaran bisa dilakukan, sehingga bukan terus menjustifikasi anak. Tapi melakukan komunikasi yang baik sesuai dengan kebutuhan anak.
Selain itu, partisipasi anak juga harus dilibatkan. Karena pendidikan berprinsip pada partipsipasi anak, antidiskriminasi, memperhatikan tumbuh kembang anak, harus mendengarkan suara anak, dan antikekerasan.
“Bagaimana anak, membutuhkan apa, sehingga mereka merasa dihargai. Dia juga dalam melakukan nilai baik, bisa dilakukan dengan penuh kesadaran, bukan karena takut pada gurunya,” ujarnya.
Nawal menuturkan, yang dibutuhkan anak untuk bisa menjadi lebih bernilai, adalah saling menghargai, mencintai, sehingga tumbuh rasa mahabbah atau cinta yang mendalam. Selanjutnya, anak harus memiliki jiwa berjuang, dan ulet, jadi bukan serta-merta hanya belajar, menulis, atau tanpa melakukan keterampilan hidup lain yang layak. Namun harus dengan bimbingan dan dukungan guru, untuk terus melakukannya.
“Itu adalah skill hidup yang harus dikuasai anak-anak, supaya anak-anak menjadi pribadi yang ulet dan kerja keras, kemudian juga harus saling tolong-menolong atau taawun, juga harus dididik memiliki rasa tawadu (rendah hati), sederhana,” terangnya.
Selanjutnya, sekolah atau lembaga pendidikan juga memberikan SOP (standard operating procedure), yaitu serangkaian instruksi tertulis yang menjelaskan bagaimana suatu proses kerja harus dilakukan.
“Yang bisa ditawarkan di sekolah itu harus memiliki SOP, bagaimana pelaporannya, jangan sampai anak-anak aksesnya itu sulit, sehingga takut untuk speak-up, misalnya. Jadi, akses harus dipermudah tapi di situ juga ada kenyamanan untuk anak-anak, terjaga privasi dan rahasianya, jangan sampai jadi takut anak-anak, berkasnya tidak dijaga,” imbuhnya.
Dalam pengumpulan saksi, beber Nawal, juga ada mediasi yang tidak memojokkan hak anak. Kemudian ada rekonstsruksi dan rehabilitasi. Menurutnya, rehabilitasi mental, dan rehabilitasi adanya luka fisik atau lainnya, bisa dilakukan dengan kerja sama dengan ahli yang ada.
“Kita butuh bantuan hukuk, ya kita MoU dengan LBH, kita butuh psikiater untuk rehabilitasi mental, kita MoU dengan universitas yang menyediakan psikiater. Kita butuh medis, recovery medis, kita MoU dengan puskesmas terdekat. Itu yang bisa kita lakukan,” terang Nawal.
Ia menyinggung pula soal pentingnya advokasi, cara menangani, dan teknik, yang harus dimiliki guru.
“Ini juga harus ada SOP, sampai pada pelapor dan sampai kepada rehabilitasi, dan sampai kepada recovery, itu harus ada SOP,” tambah dia.
Yang tak kalah penting, bagaimana melayani pengaduan orang tua, atau mungkin ada miskomunikasi. Maka perlu adanya peraturan, dan ada kesepakatan bersama. Juga, perlunya komunikasi intens dengan orang tua, yang dikomunikasikan dengan baik.
“Juga ada kesepakatan, dan peraturan yang tertulis. Ini nanti bisa menjadi solusi untuk bermediasi, ketika terjadi adanya aduan dari orang tua,” pungkasnya. (Ak/Ul, Diskominfo Jateng)