Untuk Kesempurnaan, Perlu Rekayasa Dahsyat

  • 11 Aug
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Pesatnya kemajuan pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang kedokteran, membuat spesifikasi permu mendapat ruang. Termasuk, bidang kulit dan kelamin.

“Ada tantangan yang luar biasa. Dokter belum terlalu banyak yang bersepakat ketika ada temuan-temuan baru dan itu ingin diaplikasikan. Masih ada resistensi-resistensi. simposium, kongres, seminar, apapun saya kira baik kiranya untuk menjadi media dalam menyepakati itu,” kata Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP saat Pembukaan Kongres Nasional ke XV Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, di Hotel Crown, Jumat (11/8).

Ganjar kemudian bercerita ketika Presiden RI Ir Joko Widodo menghadiri kegiatan Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HPIIS) di Sukoharjo (9/8). Dia mengaku tertarik saat presiden menyampaikan ide agar fakultas ekonomi bisa di extend menjadi sangat spesialis atau istilah lainnya menjadi “fakultas retail”.

“Fakultas. Bukan induknya ekonomi. Fakultas karena retailnya sudah sangat detail. Ini untuk merespon perkembangan zaman. Ekonomi kreatif hari ini yang berkembang luar biasa. Presiden kemarin menyampaikan itu, ini menarik. Tantangan untuk mereka (HPIIS, red). Kedokteran pun seperti itu,” paparnya

Ganjar menilai, untuk kedokteran kulit dan kelamin kemajuannya terbilang pesat. Kemajuan yang ditawarkan menyesuaikan keinginan masyarakat yang peduli pada perawatan kulitnya.

“Teknologi dahsyat. Hidungnya mau mancung, dagunya mau runcing, tingga diorder saja. Ternyata semakin maju ekonomi, semakin kuat daya beli, mereka (masyarakat) bisa expense itu tinggi sekali. Kalau kita lihat saudara-saudara kita dari Korea, mereka suka matanya lebih lebar. Maka dilakukan rekayasa yang dahsyat sehingga menemukan kesempurnaannya. Yang seperti ini ternyata bikin para dokter semakin kreatif,” urainya.

Kreativitas yang sama, lanjut Ganjar, sebenarnya bisa dilakukan manajemen rumah sakit jiwa. Dia menuturkan, banyak rumah sakit jiwa yang ingin berpindah status menjadi rumah sakit umum dengan alasan pendapatannya minim. Namun, menurutnya untuk mendongkrak pendapatan, tidak perlu menjadi rumah sakit umum. Yang perlu dilakukan hanya berinovasi. Misalnya mengadakan program untuk mengetes kondisi kejiwaan para pejabat, membuat konseling, dan menyediakan terapi.

“Kenapa tidak bikin konseling, pengobatan, terapi stress-stres kecil? Kemudian dibuat pola pengobatan yang bisa di breakdown dan orang bisa rileks. Pendekatannya macam-macam. Ada yang suka musik, pijat, ngobrol, aroma terapi dan sebagainya. Tetapi layanannya tetap RSJ,” katanya.

Ditambahkan, paradigma masyarakat terhadap RSJ saat ini adalah tempat mengobati orang gila, sehingga terkesan memalukan. Padahal, kalau paradigmanya diubah, menurut dia, bisa menjadi prospek yang menjanjikan karena sebenarnya banyak orang yang stress.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

 

 

Berita Terkait