Unnes Kawinkan Dua Gagrak Wayang Kulit

  • 30 Mar
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Menyaksikan pagelaran wayang kulit dengan gagrak berbeda dalam satu panggung, mungkin nampak aneh. Tapi ya, itulah yang ditampilkan dalam Pagelaran Wayang Kulit Spektakuler dalam rangka Dies Natalis ke-53 Universitas Negeri Semarang (Unnes), di halaman rektorat kampus, Kamis (29/3) malam.
Selama ini, memang belum pernah ada pagelaran wayang kulit dengan dua gaya berbeda dalam satu panggung, karena hampir tidak mungkin. Sebab, dari segi global, seperti perawakan wayang sudah berbeda. Wayang gagrak Yogyakarta lebih gemuk, sementara wayang gagrak Surakarta sebaliknya, jangkung. Kemudian, dari segi fisik wayang secara detil, juga berbeda. Salah satu contohnya untuk wayang gagahan, seperti Gatotkaca dan Bima, apabila gagrak Surakarta bagian kumisnya digurat tanpa warna. Sementara gagrak Yogyakarta diberi warna merah.
Dua dalang yang kini tengah daun, yakni Ki Sigit Ariyanto (Gagrak Surakarta) dan Ki Seno Nugroho (Gagrak Yogyakarta) didaulat membawakan lakon Mustikaning Manunggaling Jagad. Pagelaran itu turut dihadiri Sekda Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP yang menyerahkan wayang Kresna kepada Dalang Ki Seno Nugroho. Sementara,  wayang Basukarni diserahkan kepada Ki Sigit Ariyanto oleh anggota DPD RI Bambang Sadono.
Atas prakarsa menyatukan dua gaya pagelaran wayang kulit dalam satu panggung, Unnes pun mendapat penghargaan dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (Leprid) yang diserahkan oleh Direktur Utama Leprid, Paulus Pangka.
Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rakhman MHum mengemukakan, pentas wayang kulit dua gagrak itu sengaja diselenggarakan sebagai simbol, segala perbedaan pada dasarnya bisa direkatkan dan menjadi harmoni yang indah.
“Ada yang menarik, dua gaya disatukan. Perbedaan itu bisa kita rekatkan dalam sebuah panggung, yang semua bisa berinteraksi dengan gaya masing-masing tapi tetap harmoni,” tuturnya.
Ditambahkan, lakon berjudul Mustikaning Manunggaling Jagad sejalan dengan tema peringatan dies natalis, Internasionalisasi Unnes Merekat NKRI. Di samping itu, juga sesuai dengan kondisi bangsa saat ini.
“Manunggaling Mustikaning Jagad, ada lima mustika yang disatukan dalam sebuah kesatuan yang bisa jadi tameng bagi segala macam bencana, terpaan. Bagaimana mustika-mustika itu jadi satu dan itu disatukan dengan sebuah tekad besar,” jelas Fatkhur.
Cerita yang disajikan, katanya, menjadi edukasi bagi seluruh masyarakat Indonesia tentang empat pilar kebangsaan yang merupakan Manunggaling Mustikaning Jagad di Indonesia. Kalau salah satunya tertinggal, maka senjata untuk jagad Indonesia tidak akan ampuh lagi. Sehingga tidak akan bisa bersaing dengan bangsa lain.
“Senjata Indonesia yang pertama Pancasila, kedua UUD 45, kemudian NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Empat pilar ini adalah Manunggaling Mustikaning Jagad Indonesia,” tutupnya.
Penulis : Rt, Humas Jateng
Editor : Ul, Diskominfo Jateng
Foto : Humas Jateng

Berita Terkait