Tak Mungkin Semua Seragam

  • 02 Jul
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang –  Menghormati segala perbedaan yang ada di Indonesia akan menguatkan kerukunan, persatuan, dan kesatuan bangsa. Melalui pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pertikaian akibat perbedaan suku, agama, maupun ras dapat diredam. 

“Kalau kita selalu loyal terhadap ideologi bangsa yakni Pancasila, maka Indonesia akan senantiasa baik dan damai. Karena otomatis kita pasti akan menghormati segala perbedaan, sebab tidak mungkin semuanya seragam atau sama,” ujar Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP saat memberi sambutan pada peresmian Gedung Serba Guna GPIB Immanuel Semarang, Minggu (2/7).

Peresmian gedung serba guna yang berada di belakang GPIB Immanuel Semarang atau Gereja Blenduk itu, ditandai dengan penandatanganan prasasti dan pemotongan pita oleh Gubernur Ganjar Pranowo. Hadir dalam acara tersebut antara lain Ketua Majelis Jemaat GPIB Immanuel Semarang Pdt Helen GF Luhulima, Majelis Sinode GPIB Pdt Drs Paulus Kariso Rumambi, serta ratusan jemaat GPIB Immanuel Semarang.

Gubernur menjelaskan, Indonesia lahir melalui diskusi, musyawarah, bahkan perdebatan beragam elemen masyarakat dari berbagai pelosok nusantara. Semua berkontribusi hingga akhirnya menyepakati Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karenanya, menjaga kerukunan, persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman menjadi tanggung jawab seluruh warga.

Pidato yang disampaikan mantan Presiden Amerika ke-44, Barack Obama pada acara Kongres Diaspora Indonesia beberapa waktu lalu tentang toleransi dan keberagaman, menurutnya sangat menarik dan harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih saat ini dunia sedang risau dengan beragam pertikaian akibat perbedaan agama, ras, suku, dan lainnya.

Mantan anggota DPR RI itu meminta semua pihak merawat keberagaman dan kerukunan melalui pengamalan Pancasila. Pertikaian akibat perbedaan suku maupun agama jangan dibiarkan terjadi. Apalagi sekarang marak terorisme. Tiba-tiba orang menjadi jahat terhadap orang lain seperti aksi penusukan polisi yang sedang salat di masjid. Ada pula anak bisa merakit bom karena belajar dari internet, serta menyatakan hanya diri sendiri yang benar sedangkan lainnya salah.

“Tidak mau mengakui Pancasila secara fulgar, tidak ada rembukan atau musyawarah untuk menyelesaikan masalah, dan merasa menang sendiri. Karena beda agama atau suku, pertikaian muncul, bom meledak dimana-mana sehingga banyak warga ngacir atau mengungsi ke negara lain. Ini tidak bisa dibiarkan,” terangnya.

Hidup rukun tanpa memandang perbedaan warna kulit, rambut, serta agama, kata Ganjar, sangat menarik. Seperti saat gubernur merayakan  halal bi halal lebaran di kampung halaman Purworejo bersama masyarakat, para tokoh lintas agama, serta puluhan Jamaah Tablig dari Afrika Selatan. Semua berkumpul, mengobrol, dan bergurau sembari makan. Rombongan Tablig dari negara tetangga tersebut ternyata mengidolakan Indonesia yang ramah dan menjunjung tinggi toleransi.

Selain itu, lanjut dia, juga ada rombongan pendeta dari berbagai negara yang ingin berkunjung ke Masjid Agung Jawa Tengah. Setelah tiba di masjid terbesar di Jateng itu, mereka bertemu, bertukar pengalaman, serta berdialog tentang berbagai hal dengan para tokoh agama di Jateng.

“Itu keren. Dialog mereka menjadi manarik dan ini yang mampu meredam sesuatu yang nggrenjel (mengganjal). Seperti Gereja Blenduk ini tetap akan menjadi ikon kawasan Kota Lama, tidak akan hilang dan menjadi milik bersama, karena siapa pun bisa berkunjung dan berfoto di Gereja Blenduk,” beber alumnus UGM ini.

Ketua Panitia Pembangunan Gedung Serba Guna dan Renovasi Pastori GPIB Immanuel Senarang, William Maximillian Tutuarima menyebutkan, pembangunan gedung serba guna tiga lantai yang berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 160 meter persegi itu, bertujuan untuk meningkatkan pelayanan gereja baik bagi pertumbuhan jemaat maupun meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di sekitar kawasan Kota Lama.

Keberadaan Gereja Blenduk yang strategis untuk pariwisata memerlukan fasilitas umum, terutama sarana informasi mengenai gereja Kristen tertua di Jateng itu. Tidak hanya sarana pelayanan kepada masyarakat dan jemaat, keberadaan gedung yang proses pembangunannya sejak 2012 ini, juga akan menunjang berbagai kegiatan selain ibadah hari Minggu.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait