Tak Boleh Minder

  • 02 May
  • bidang ikp
  • No Comments

Ungaran – Sudahkah panjenengan merasa kalau seorang pemimpin?

Pertanyaan tersebut disampaikan Pelaksana Tugas Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Hj Sudarli Heru Sudjatmoko saat membuka Temu Kader PKK se-Jawa Tengah Tahun 2018, di The Wujil Resort and Conventions Ungaran, Rabu (2/5). Menurutnya, para kader dituntut memiliki sikap sebagai pemimpin. Terlebih, sejumlah peserta temu kader menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak PKK desa/ kelurahan.

“Seorang pemimpin PKK maupun kader harus bisa mengarahkan anggota PKK-nya atau masyarakat, supaya mereka melakukan kegiatan sehari-hari berdasarkan 10 Program Pokok PKK,” bebernya.

Ditambahkan, ada beberapa tipe pemimpin, di antaranya tipe demokratis, otoriter, dan bebas. Kendati begitu, Sudarli menekankan jika pemimpin yang baik tidak hanya demokratis, tidak pula cuma otoriter, dan jangan terlalu bebas. Sebab, anggota yang dihadapi memiliki karakter berbeda. Sehingga pemimpin yang baik mesti bisa memadukan ketiga tipe tersebut sesuai situasi dan kondisi.

“Dengan demikian, seorang pemimpin atau ketua haruslah pandai. Kalau tidak merasa pintar, akan rendah diri. Siapa pun yang dihadapi, selalu tanamkan saya bisa, saya harus bisa karena saya belajar. Tidak boleh minder,” tegas mantan Ketua TP PKK Kabupaten Purbalingga ini.

Tentu, kata Sudarli, konsekuensinya para pemimpin mesti mempelajari apa yang akan disampaikan. Pemimpin yang baik juga berwibawa, jujur, dapat dipercaya, bijaksana, mengayomi, mawas diri, visioner. Mereka dituntut berani dan mampu mengatasi kesulitan, bersikap wajar, tegas, bertanggung jawab tehadap putusan yang diambil, sederhana, penuh pengabdian pada tugas, berjiwa besar dan dinamis.

“Jujur ini penting. Aja sok ngapusi, ngapusi kuwi rekasa. Bijaksana mengelola organisasi, tidak untuk butuhe dhewe tapi untuk kepentingan organisasi. Harus mengerti apa yang dihadapi, bijaksana tidak membuat teman-teman yang membantu sakit hati,” terangnya.

Terkait dengan peringatan Hari Kartini, Sudarli membeberkan, pada masa itu, meski tengah dipingit, RA Kartini tak pernah berhenti untuk menuntut ilmu. Kartini menginginkan perempuan pintar, perempuan mesti sekolah. Sayangnya, di era Kartini masa kini, justru masih ada perempuan yang belum bisa sekolah. Sehingga Sudarli mengajak para kader untuk bersama pihak terkait lainnya, bisa membuat perempuan yang belum bersekolah untuk bisa sekolah.

Tidak hanya itu, Sudarli juga menyoroti usia pernikahan RA Kartini yang sudah memasuki usia dewasa. Ironisnya, saat ini masih ada perempuan yang menikah pada usia 16 tahun.

“Saya ingatkan, ibu-ibu penggerak masyarakat di desa masing-masing, ingatkan para ibu, Kartini zaman dulu saja menikah pada usia 24 tahun, masak anakmu menikah di umur belasan tahun,” sorotnya.

Satu hal lagi, kata Sudarli, RA Kartini meninggal pada usia muda setelah melahirkan. Dengan kemajuan zaman sekarang ini, dia meminta masyarakat lebih peduli terhadap ibu hamil, sehingga terhindar dari kematian karena melahirkan. (Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait