Strategi Tangani Bencana Tak Bisa Parsial

  • 31 May
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Semua pihak harus menjadi aktor utama penanganan risiko bencana. Tidak terkecuali, mereka dituntut dapat bergerak massif dan berkelanjutan dalam menurunkan risiko bencana maupun mengantisipasi bencana yang mungkin terjadi. Terlebih, Jawa Tengah merupakan “supermarket” bencana.

Hal itu disampaikan Pelaksana Harian (Plh) Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko MSi melalui sambutan tertulisnya yang dibacakan Sekretaris Daerah Provinsi Jateng Dr Ir Sri Puryono KS MP pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana dalam Perencanaan Pembangunan, di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng, Rabu (31/5). Selain Kepala Pelaksana Harian BPBD Jateng Sarwa Pramana SH MSi, hadir pula sebagai narasumber dalam rakor tersebut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Jateng, Ir Sujarwanto Dwiatmoko MSi, Staf Khusus Gubernur Jateng, Ir Sunaryo MURP, PhD, serta Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Dalam rakor yang juga dihadiri sekretaris dan atau kepala sub bagian program dari 33 BPBD kabupaten dan kota se-Jateng serta organisasi penyandang disabilitas tersebut, Plh Gubernur menjelaskan regulasi, strategi, konsep, dan kebijakan pengurangan risiko bencana dalam penerapannya tak bisa berjalan sendirian, parsial dan sektoral, tapi perlu keroyokan, gotong royong dan terintegrasi mulai dari pusat hingga desa.

“Koordinasi menjadi poin penting dalam proses-proses integrasi. Termasuk integrasi antardokumen analisis risiko, perencanaan penanggulangan bencana, perencanaan pembangunan, dan perencanaan tata ruang sebagai faktor strategis untuk mengurangi risiko pembangunan akibat bencana,” bebernya.

Perencanaan pembangunan, lanjut Heru, ditata dan diatur agar memenuhi kaidah tata ruang sesuai peruntukkan dan kapasitas, sehingga dapat meminimalisasi hal-hal negatif, seperti terdampak bencana. Apalagi paradigma pembangunan bidang kebencanaan yang sekarang dianut adalah konsep pengurangan risiko bencana, yaitu kesiapsiagaan dan antisipatif.

Menurut Plh Gubernur, pembangunan yang berwawasan pengurangan risiko bencana merupakan awal supaya hasil pembangunan lebih bermanfaat, lestari, dan dapat dirasakan oleh masyarakat. Guna mendukung hal itu, diperlukan peta kondisi kemampuan masing-masing serta metode integrasi yang disepakati, termasuk format dokumennya, dari pencatatan semua kegiatan hingga laporan.

“Melalui dukungan tersebut, diharapkan diperoleh metode paling moderat dan jalan tengah untuk semua pihak. Muaranya selain memudahkan aksi dan langkah nyata terkait hal-hal yang perlu diintegrasikan, juga memudahkan pengadministrasiannya,” terangnya.

Dengan tertib adminsitrasi, akan jelas siapa, berbuat apa, pada saat apa dari pra, saat maupun pasca bencana. Semua pihak harus bisa melakukan gerakan masif dan berkelanjutan untuk menurunkan risiko bencana maupun antisipasi bencana yang mungkin terjadi. Semua harus menjadi aktor utama dan bergandeng tangan guna meminimalisasi dan penanganan risiko bencana.

“Demikian pula kepada perwakilan organisasi penyandang disabilitas, saya minta bisa memberikan pencerahan simulasi evakuasi bencana, sehingga mereka sadar, tanggap, responsif terhadap kerentanan, ancaman dan bahaya bencana tak bisa diterka kapan tiba,” pinta Heru.

Sementara itu Kepala Pelaksana Harian BPBD Provinsi Jawa Tengah Sarwa Pramana menjelaskan, penanggung jawab pertama penanggulangan bencana pada kabupaten dan kota. Sehingga komitmen bupati dan walikota serta DPRD harus mengedepankan pengurangan risiko bencana, termasuk pengintegrasian perencanaan di seluruh sektor pembangunan, terutama terkait konsekuensi penetapan dan pengadaan tata ruang jangan sampai ada alih fungsi lahan atau pembangunan pabrik di zona yang dilarang.

“Kita sadar betul Jateng ini ancaman risiko tinggi bencana alam. Sehingga diharapkan bupati dan walikota mempunyai komitmen bersama mengalokasikan anggaran untuk mitigasi bukan kedaruratan,” ujarnya.

Roh UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana, kata Sarwa, lebih pada mitigasi pengurangan bencana. Selain itu salah satu target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) BPBD Jateng antara lain membentuk desa tangguh bencana sebanyak delapan desa pertahun, pemasangan early warning system, petunjuk jalur evakuasi, serta sosialisasi kepada masyarakat terdampak bencana.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

 

 

Berita Terkait