Si Terpa Daya Jiwa Akan Jadi Kebijakan Publik

  • 12 Jul
  • bidang ikp
  • No Comments

 Jakarta – Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP memberikan apresiasinya kepada RSJD Soedjarwadi Klaten yang membuat inovasi pelayanan publik “Si Terpa Daya Jiwa”. Inovasi tersebut tidak hanya mengobati pasien gangguan jiwa dengan memberikan rehabilitasi dan fasilitas psychososial namun juga memberikan pelatihan keterampilan bagi si pasien, workshop, dan menyalurkan hasil produksinya agar mempunyai nilai ekonomi untuk kemandirian pasien.

“Teman-teman menerjemahkan pelayanan mudah, cepat, murah dengan luar biasa dan dikembangkan. Hari ini mereka mengobatinya sampai tuntas yaitu sampai pasca dari rumah sakit, dikembalikan pada masyarakat, diberikan ilmu keterampilan agar dia bisa hidup mandiri,” kata Ganjar saat menghadiri presentasi dan wawancara “Si Terpa Daya Jiwa” RSJD Soedjarwadi Klaten dalam rangka kompetisi inovasi pelayanan publik 2018 di Kementerian PAN-RB, Jakarta, Kamis (12/7).

Menurutnya, inovasi tersebut dapat mengubah paradigma masyarakat di mana pasien gangguan jiwa setelah diobati di rumah sakit bukan berarti langsung selesai, namun perlu intervensi dengan memberikan mereka keterampilan dan keterampilan dengan nilai ekonomi tinggi. Sehingga mereka lebih mandiri setelah kembali di masyarakat. Selain itu, inovasi tersebut juga bisa membantu pengentasan kemiskinan, karena sebagian besar pasien gangguan jiwa rata-rata dari golongan keluarga tidak mampu.

Selain mengapresiasi pelayanan publik “Si Terpa Daya Jiwa”, Ganjar juga mengapresiasi metode penganggaran RSJD Soedjarwadi. Untuk membiayai inovasi tersebut, seluruh pegawai iuran sebesar Rp 5.000 per orang. Iuran itu dinilai Ganjar memiliki nilai kejawaan yang sangat tinggi, yakni toleransi, tepa selira, empati, hingga gotong royong.

Bahkan, dia akan mendorong inovasi RSJD Soedjarwadi menjadi sebuah kebijakan publik yang diterapkan di RSJD-RSJD lain milik Pemprov Jawa Tengah. Apalagi, masih banyak orang dengan gangguan jiwa yang perlu dibantu untuk bisa mandiri dan mampu membiayai hidupnya sendiri, seperti di Wonogiri, Wonosobo, dan Pati.

“Kita akan perbaiki, maka jika itu memungkinkan ini memang akan kita tarik untuk jadi kebijakan publik. Kita akan terapkan umpama setelah Klaten, bisa wonogiri, terus kemudian Pati atau Wonosobo. Kita coba gedein, kita buat agar mereka bisa menggunakan metode ini, sehingga kembali masyarakat dengan percaya diri,” terangnya.

Agar pasien gangguan jiwa dapat diterima kembali oleh masyarakat, lanjut Ganjar, masyarakat juga perlu mendapatkan edukasi, bahwa pasien ganguan jiwa tidak boleh dikucilkan sama halnya dengan penderita HIV-AIDS maupun mantan narapidana yang sudah menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.

Sementara itu, Direktur Umum RSJD Soedjarwadi dr Tri Kuncoro mengatakan inovasi “Si Terpa Daya Jiwa” yang sudah berjalan selama dua tahun ini dilakukan karena banyak pasien gangguan jiwa yang kembali rawat inap di rumah sakit sebelum masanya. Hal ini karena meski sudah diberi rehabilitasi dan keterampilan, biasanya keluarga pasien kurang memberi dukungan untuk mereka bisa berusaha dan mandiri.

Oleh karenanya, pihaknya melakukan intervensi setelah pasien dipulangkan ke rumah dengan tetap memberikan keterampilan, workshop, dan menyalurkan hasil produksinya agar memiliki nilai ekonomi tinggi. Sehingga dengan hasil produksi tersebut mereka bisa membiayai hidupnya dan lebih mandiri.

“Di rumah bukan hanya lupa tapi keluarga tidak mendukung. Maka kita melakukan inovasi setelah di rumah kita intervensi dengan tetap kita lanjutkan keterampilannya, kita buatkan workshop, kita salurkan hasil produksinya demi kemandiriannya untuk bisa membiayai dirinya,” katanya.

Tri Kuncoro menambahkan selama dua tahun, Si Terpa Daya Jiwa ini sudah menghasilkan 13 orang pasien gangguan jiwa yang sudah bisa mandiri melalui keterampilan yang diberikan.

Penulis : Kh, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait