“Sepi Pamrih, Tebih Ajrih”

  • 05 Aug
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Para penikmat seni peran memanfaatkan akhir pekan mereka, Sabtu malam (4/8), untuk menyaksikan pementasan bertajuk “Juru Kunci” dalam rangka HUT ke-38 Teater Lingkar Semarang. Gedung Kesenian Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) pun disulap menjadi Makam Eyang Kabur Kanginan yang keramat. Panggung pementasan semakin terkesan temaram dengan keberadaan pohon beringin yang berdiri kokoh.

Naskah “Juru Kunci” ditulis oleh sastrawan Prie GS dengan penuh perjuangan. Meski sempat terhenti penulisannya selama beberapa tahun, namun naskah itu berhasil mengisahkan kecenderungan sebagian manusia yang mulai berkiblat pada kekuatan supranatural. Mereka mengunjungi makam keramat dan berharap keinginan duniawi mereka dapat terwujud, baik bisnis yang sukses, karir melejit, maupun harta berlimpah.

Bahkan, sebelum memasuki area makam keramat pun mereka berdebat tentang status sosial. Siapakah dari mereka yang lebih pantas memasuki area makam terlebih dahulu untuk bertemu dengan juru kunci. Apakah yang memiliki jabatan tinggi atau yang paling kaya. Di sisi lain, orang yang hidupnya tidak bergelimangan harta, hanya bisa menyaksikan perdebatan itu sembari berdoa dan enggan untuk memasuki area makam, karena merasa tidak memiliki apa-apa untuk diberikan kepada juru kunci.

“Naskah ini tertahan di setengah perjalanannya, hampir empat tahun. Ini naskah panggung tersulit yang pernah saya tulis dari sekitar tujuh naskah yang telah saya tulis untuk Teater Lingkar sebelumnya,” terang sang penulis Prie GS.

Pementasan teater “Juru Kunci” semakin istimewa ketika Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP ikut bermain peran sebagai Rama Guru. Dia menyampaikan pesan moral, kehidupan tidak semata-mata untuk mengejar kekuasaan dan kekayaan dengan segala cara.

Sepi pamrih, tebih ajrih. Sepi dari keinginan, jauhilah ketakutan. Itulah pesan Raden Mas Panji Sosrokartono. Pamrih membuat tempat-tempat keramat hilang kekeramatannya. Dongane wong cilik dan wong teraniaya kuwi mandi. Mula aja pada pamer kekuasaan, jabatan, lan kesugihan,” pungkasnya.

Penulis : Ar, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait