Sekda : “Sekarang Kita Masih Dimanja”

  • 31 Oct
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Ketergantungan pada energi fosil harus segera dikurangi dengan melakukan pengembagan energi baru terbarukan. Jika hanya mengandalkan energi fosil, pada 2025 Indonesia akan menghadapi masalah besar atau terancam krisis energi.

“Sekarang kita masih dimanja. Padahal jika kita sudah mengalami krisis energi maka tidak bisa apa-apa. Krisis energi pasti akan terjadi, karena itu bagaimana upaya atau langkah yang tepat pengelolaan sumber energi,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP saat memberi sambutan sekaligus membuka Lokakarya Media Periode III 2018 SKK Migas-KKS Jabanusa, dengan tema “Peran Media Dalam Mendukung Industri Hulu Migas”, di PO Hotel Semarang, Rabu (31/10).

Ditambahkan, antara produksi dan konsumsi energi yang kian tidak seimbang, ke depan Indonesia perlu memikirkan energi nuklir. Di negara-negara maju, energi nuklir sudah digunakan untuk pemenuhan kebutuhan energi.

“Kepada media terima kasih atas pemberitaan-pemberitaan energi selama ini. Tolong sampaikan berita yang informatuf dan mengedukasi masyarakat tentang pemanfaatan energi,” pintanya.

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo dalam sambutan tertulis yang dibacakan Sekda Jateng mengatakan, Pemprov Jateng terus berupaya mendorong terciptanya target energi mix melalui pembangunan dan pengembangan energi baru terbarukan.

“Terlebih potensi Jateng sebenarnya sangat besar. Untuk energi panas bumi, Jateng punya 14 titik, tetapi baru satu sumber panas bumi yang sudah memasuki tahap eksploitasi. Yakni di Dieng Wonosobo dengan kapasitas sebesar 1 X 60 Mega Watt,” bebernya.

Sedangkan untuk WKP Panas Bumi Gunung Ungaran  yang memiliki kapasitas 2 X 60 Mega Watt, WKP Panas Bumi Guci Tegal dengan kapasitas 1 X 55 Mega Watt dan WKP Panas Bumi Baturaden yang memiliki kapsitas 2 X 110 Mega Watt masih pada tahapan ekplorasi.

Terkait energi baru terbarukan, masyarakat Jawa Tengah sangat antusias dalam pemanfaatan energi ini. Terlihat dari pengembangan biogas di Boyolali dan Wonogiri. Melalui stimulus beberapa demplot dari Pemerintah Daerah dan Organisasi nonpemerintah, masyarakat mau mengembangkan secara mandiri energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi sebagai pengganti LPG.

Pihaknya juga telah melakukan pembangunan dan pengembangan EBT. Di antaranya pembangunan demplot biogas, demplot pengolahan biofuel, demplot pengolahan sampah, pemanfaatan gas biogenic (gas rawa), serta terus melakukan pembangunan di bidang ketenagalistrikan, seperti pembangkit listrik tenaga mikrohidro, PLTS, jaringan listrik pedesaan, sehingga sampai 2017 rasio elektrifikasi Provinsi Jateng sebesar 96,30%, capaian ini melebihi target 2018 sebesar 94 %.

Terkait energi baru terbarukan, masyarakat Jawa Tengah sangat antusias dalam pemanfaatan energi ini. Terlihat dari pengembangan biogas di Boyolali dan Wonogiri. Melalui stimulus beberapa demplot dari pemerintah daerah dan organisasi nonpemerintah, masyarakat mau mengembangkan secara mandiri energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi sebagai pengganti LPG.

Untuk pembangkit listrik baru di Jateng, yakni Pembangkit Listrik di Cilacap serta pembangunan PLTU di Batang yang kini dalam tahap pembangunan. Operasional kedua pembangkit listrik tersebut akan membantu meminimalkan terjadinya krisis energi.

Ganjar menambahkan, pemprov mendorong pencarian potensi dan cadangan sumber energi baru. Selain itu proses perizinan eksploitasi minyak makin mudah dan cepat. Terkati perizinan, di Pemprov Jateng relatif tidak ada masalah, karena sangat mendukung usaha pengeboran guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pendapatan daerah.

“Meski demikian, pengembangan energi kita juga ada kendala dan tantangan yang dihadapi. Kuncinya adalah komunikasi dengan masyarakat harus intens dilakukan dalam pengembangan energi. Itu yang utama agar semua berjalan dengan baik,” katanya.

Senada disampaikan Kepala Perwakilan SKK Migas Jabanusa, Ali Masyhar. Menurutnya,  saat ini tren konsumsi energi terus menanjak seiring pertambahan jumlah penduduk, sehingga kebutuhan energi kian meningkat. Setiap hari terus memroduksi energy, sementara sumber energi masih belum ada penambahan.

“Jika sumber energi masih tetap atau tidak ada penambahan, maka tahun 2030 kemungkinan kita sudah devisit. Apabila sudah tidak ada yang diproduksi maka harus impor. Bahkan bisa jadi atau sangat mungkin terjadi pemadaman antardaerah secara bergilir setiap hari,” paparnya.

Untuk Jawa Tengah dan Jawa Timur, sampai saat ini produksi minyak memberi pasokan terbesar di Indonesia. Produksi minyak lapangan Banyuurip Blok Cepu di Kecamatan Gayam, rata-rata 210 ribu barel per hari. Jumlah tersebut merupakan produksi minyak terbesar nasional.

“Sedangkan di Jateng meliputi Rembang dan Cepu, sekarang sudah proses pengeboran dan diharapkan menambah produksi untuk kemakmuran rakyat Indonesia,” terangnya.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

 

Berita Terkait