Santri Milenial Tak Hanya Belajar dan Berdakwah di Ponpes

  • 09 Jan
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi seperti sekarang, santri harus berfikir kritis melihat dunia luar, mampu menyaring berbagai informasi dan ilmu agama, serta tidak gagap teknologi. Terlebih pada era serbadigital, santri milenial dituntut kreatif dalam menggali ilmu secara luas dan mendalam dengan tetap memegang kuat akidah.

Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen saat menerima sejumlah santri dari Majalah Tibyana, Rabu (9/1). Majalah tahunan yang dikelola Ponpes Tahfidzul Quran Raudlatul Falah, Gembong, Kabupaten Pati itu akan mengangkat tema ‘Santri Milenial’ untuk edisi IV tahun 2019.

Taj Yasin yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang, menjelaskan milenial atau generasi Y merupakan generasi kelahiran tahun 1980-an dan 1990-an, yang umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Begitupun dengan fenomena santri saat ini, tidak terlepas dari dinamika kehidupan, perkembangan zaman, dan kecepatan informasi dari berbagai media berbasis teknologi mutahir.

“Santri yang dahulu identik dengan belajar dan tinggal di pesantren atau mondok, kini tidak sedikit santri yang menggali ilmu melalui media digital, browsing internet dengan kajian dan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.

Menurut pria yang akrab disapa Gus Yasin, tidak ada yang mampu membendung apalagi menghindari kemajuan teknologi dan kecepatan informasi di era digitalisasi. Karenanya pada masa sekarang, santri milenial tidak hanya belajar dan berdakwah di lingkungan pesantren atau sekolah, tetapi bisa juga secara virtual, melalui teknologi streaming atau konten yang disiarkan langsung melalui media internet.

“Kalau kiainya sedang bepergian, misalnya ke Arab, era dulu pembelajaran akan terhenti. Tapi sekarang kiai tetap bisa memberikan pengajaran melalui video call atau video streaming,” ungkap Gus Yasin.

Sisi positif era milenial, lanjut dia, santri milenial lebih mudah menyebarkan informasi atau berbagi ilmu agama kepada masyarakat luas, di manapun dan kapanpun tanpa harus bertatap muka langsung dengan audiens. Sedangkan sisi negatif, santri yang belum melek teknologi belum dapat mendalami ilmu yang disampaikan, sehingga tidak sedikit santri yang belum paham ilmu agama secara mendalam atau hanya tahu permukaan tanpa belajar lebih lanjut, sehingga kerap keliru memahaminya.

Wagub mengungkapkan, pihaknya merencanakan program santri virtual untuk mereka yang ingin mendalami agama tapi tidak memiliki ruang dan waktu, seperti para PNS, karyawan, swasta, dan lainnya. Dalam program tersebut, konten diajarkan secara online, ditentukan waktunya, kitab yang akan digunakan, selanjutnya ditentukan pula kapan akan dilakukan ujian secara langsung atau tatap muka.

“Namun, ajaran ayo mondok tetap harus didukung,” tegasnya.

Sementara itu, pengelola media internal  ponpes, Ainun Naim mengatakan, majalah Tibyana edisi IV sengaja memilih tema tentang santri milenial, karena akhir-akhir ini istilah milenial kerapkali muncul dalam berbagai topik pembicaraan. Baik bidang ekonomi, sosial, budaya, bahkan membahas politik selalu tidak lepas dari generasi milenial.

“Tema milenial sangat menarik, apalagi sekarang lagi gencar-gencarnya generasi milenial menjadi topik pembicaraan di bidang apapun,” katanya.

Naim berharap, meskipun sekarang semuanya serba canggih, tetapi santri jangan mengesampingkan apa yang diajarkan para kiai sepuh. Demikian pula santri yang telah mendapatkan ilmu atau belajar pada kiai sepuh di pesantren, juga harus paham teknologi sehingga mampu menangkal atau menghalau berbagai paham radikal yang kerap disebarkan melalui teknologi.

Hal senada juga disampaikan Muslim, pengelola Tibyana. Dia mengakui pengaruh teknologi tak bisa dielakkan. Namun, yang menjadi catatan, dalam mem-browsing informasi, masyarakat mesti memperhatikan benar sumbernya. Ilmu yang dipelajari pun mesti tuntas, jangan setengah-setengah dalam memahaminya.

“Tapi saya setuju juga dengan Gus Yasin, ayo ke pondok tetap digerakkan,” tandasnya.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait