RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Mendesak Disahkan

  • 06 Dec
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Berbagai elemen masyarakat mendesak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual segera dibahas dan disahkan. Sehingga dapat mencegah dan menanggulangi beragam kasus kekerasan seksual yang semakin meningkat.

Hal itu terungkap pada dialog interaktif di Studio TVKU Semarang, Kamis (6/12) petang. Dialog bertajuk “Kongkow Bareng Tokoh Jawa Tengah Membincang Kekerasan Seksual” itu menghadirkan narasumber antara lain, Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin Maimoen, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Seruni Krisseptiana Hendrar Prihadi, Guru Besar Unika Soegijapranata Prof Dr Agnes Widanti SH CN, dan Kepala Operasional LRC-KJHAM Nur Laila Hafidhoh.

Wakil Gubernur Jateng H Taj Yasin Maimoen mengatakan, keterlibatan berbagai elemen masyarakat lembaga swadaya masyarakat, legislatif, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan akademisi, dibutuhkan untuk bersama pemerintah mengatasi persoalan ini. Termasuk pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang kini masih mandek di DPR-RI.

“Dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Semua elemen masyarakat, ayo bareng-bareng mendorong DPR RI agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat segera disahkan,” pintanya.

Pria yang akrab disapa Gus Yasin itu menyebutkan, berdasarkan data, kasus kekerasan seksual di Jateng termasuk kategori tinggi. Hal tersebut karena wilayah Jateng yang relatif luas serta banyaknya jumlah penduduk. Karena itu berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan telah dilakukan Pemprov dan DPRD Jateng. Salah satunya penerbitan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga.

“Dalam Perda Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga itu, ada beberapa fungsi, yaitu fungi agama, sosial, ekonomi dan lainnya. Fungsi-fungsi ini kita kuatkan guna melindungi keluarga di Jateng,” terang mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah.ini.

Menurutnya, saat ini perlindungan terhafap korban kekerasan seksual tidak hanya fokus terhadap perempuan dan anak. Kaum laki-laki pun harus mendapat perhatian yang sama. Sebab, beberapa tahun terakhir, kekerasan seksual dengan korban laki-laki juga marak terjadi. Dulu kaum perempuan termasuk anak perempuan kerap menjadi korban, sekarang kaum laki-laki juga rentan menjadi korban kekerasan seksual.

Selain melalui peraturan undang-undang, yang tidak kalah penting untuk mencegah tindak kekerasan seksual adalah adanya perhatian, cinta kasih keluarga. Perhatian dan cinta kasih orang tua kepada anak dan sebaliknya, termasuk terhadap lingkungan dan pendidikan, pendampingan dan pengawasan kepada anak-anak saat menonton berbagai tayangan di televisi maupun gawai.

Senada disampaikan Kepala Operasional LRC-KJHAM Nur Laila Hafidhoh. Dia mendesak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual kembali dibahas dan segera disahkan. Sebab situasi saat ini dinilai sudah darurat, sehingga tidak bisa ditunda lagi supaya tidak banyak memakan korban.

“RUU ini mendesak dibahas dan disahkan dengan subtansi yang benar-benar melindungi korban. Jangan disahkan tetapi tidak melindungi korban. Pemerintah dan semua pihak harus bersama sama mendesak DPR RI, karena saya maupun warga lainnya bisa menjadi korban,” tegasnya.

Laila menjelaskan, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan masih menjadi masalah perempuan di Indonesia, khusunya di Jawa Tengah. Sejak 2013-2017, LRC-KJHAM mencatat 2.116 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari kasus tersebut, 4.116 perempuan menjadi korban, dan 2.222 perempuan atau lebih dari 50 persen di antaranya mengalami kekerasan seksual.

Pada 2018 sebanyak 311 perempuan mengalami kekerasan, dan 246 atau sekitar 79% di antaranya mengalami kekerasan seksual. Kondisi itu menunjukkan peraturan perundang-undangan yang ada saat ini, belum cukup melindungi perempuan korban kekerasan seksual.

“Berbagai faktor menjadi penyebab tingginya angka kekerasan seksual. Antara lain ketika ada orang yang ditinggikan maka dia dapat melakukan apapun kepada yang lemah. Selain itu keberadaan handphone dan kemajuan teknologi semakin memperluas aksi. Jika dahulu kekerasan seksual dilakukan secara langsung sekarang bisa dilakukan lewat online,” paparnya.

Guru Besar Unika Soegijapranata Prof Dr Agnes Widanti SH CN meminta
pemerintah dan masyarakat tidak hanya fokus pada persoalan politik. Namun masalah sektor lainnya juga harus diperhatikan, termasuk persoalan perempuan dan anak, serta berbagai kekerasan yang kerap dialaminya.

“Kita banyak yang fokus persoalan politik sementara masalah lainnya terabaikan. Demikian pula DPR lebih konsentrasi ke persoalan politik sedangkan bidang lainnya tidak diperhatikan, bahkan draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sampai sekarang seolah terabaikan,” bebernya.

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait