Rawa Pening Layak Mendunia 

  • 12 Sep
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Potensi pariwisata Danau Rawa Pening di Kabupaten Semarang, sangat layak dikembangkan menjadi destinasi pariwisata bertaraf internasional. Namun kondisi kawasan rawa hingga kini belum tertata dengan baik, terutama pendangkalan dan lebatnya tanaman eceng gondok yang menjadi salah satu kendala pengembangan Rawa Pening.

Hal itu terungkap dalam Focus Group Disscusion bertajuk ” Menjadikan Rawa Pening Mendunia” di Kantor Redaksi Suara Merdeka Jalan Kaligawe, Kota Semarang, Senin (11/9). Hadir sebagai narasumber dalam FGD tersebut, Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP, Bupati Semarang Mundjirin, Wakil Ketua DPRD Jateng Ferry Wawan Cahyono, Presiden direktur PT Sido Muncul Irwan Hidayat, pakar lingkungan hidup Undip Semarang Prof Sudharto PH, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jateng Urip Sihabudin, Pemimpin Redaksi Suara Merdeka Gunawan Permadi, serta perwakilan nelayan Rawa Pening.

Menurut Gubernur Ganjar Pranowo, danau alam seluas 2.670 hektare tersebut memiliki pemandangan alam yang eksotik, potensi sumber daya air melimpah, serta seni dan budaya yang khas. Bahkan daya tarik wisata yang dimiliki danau yang populer dengan legenda “Baru Klinthing”, membentang di antara Kecamatan Ambarawa, Tuntang, Bawen, dan Banyubiru itu, meliputi beragam hal menarik dengan latar belakang sejarah yang unik. Sehingga layak dikembangkan sebagai wisata dunia.

Landscape pariwisata Rawa Pening belum tertata dan dunia sudah mengakui kondisi itu, atau tepatnya mengakui keprihatinan, karena sebenarnya bisa memberikan banyak manfaat. Saya sedang mencari-cari siapa kira-kira yang mampu mengatasi persoalan Rawa Pening secara tuntas,” ujarnya.

Rawa Pening yang masuk kategori kawasan pengembangan pariwisata prioritas tersebut, kata gubernur, selain memiliki potensi wisata juga berbagai potensi yang luar biasa. Antara lain irigasi lahan pertanian, budidaya perikanan, energi listrik, pemenuhan air baku, dan bahan kerajinan tangan. Namun, eceng gondok yang pertumbuhannya sangat cepat dan menutupi sekitar 30 persen dari luas permukaan rawa itu, membutuhkan ilmu pengetahuan untuk mengatasinya, apakah akan dimusnahkan atau dibudidayakan.

Orang nomor satu di Jateng itu menjelaskan, beragam persoalan di Rawa Pening harus diurai satu per satu agar penanganannya tepat. Termasuk perlunya ilmu pengetahuan dan teknologi guna menanggulangi sedimentasi dan eceng gondok. Setelah diambil satu ton per hari kemudian tanaman gulma itu akan diolah bagaimana. Maka problem selanjutnya adalah pengolahan eceng gondok menjadi pupuk, briket, pakan ternak, atau bahan baku kerajinan.

“Persoalan Rawa Pening perlu dipreteli, salah satunya dari sisi fisik siapa yang akan bekerja. Kita juga butuh lembaga-lembaga riset atau perusahaan swasta yang bisa membantu mengolah eceng gondok. Seperti PT Sido Muncul yang telah mengolah eceng gondok Rawa Pening menjadi briket untuk bahan bakar memasak,” bebernya.

Dalam upaya mewujudkan Rawa Pening sebagai obyek tujuan wisata nasional dan internasional, kata Ganjar, infrastruktur perlu dibenahi, termasuk dukungan akses dan transportasi menuju lokasi wisata yang menawarkan panorama alam perbukitan dan asri. Sektor pariwisata sangat berkontribusi kepada pemerintah dan kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi wisata.

“Kalau ‘jualan’ wisata yang ditawarkan biasa-biasa saja, maka tidak akan ada yang tertarik mengunjungi. Harus ada event-event seni dan budaya, serta wahana yang menarik agar bisa menggaet wisatawan,” pintanya.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Sido Muncul Irwan Hidayat mengatakan, mengembangkan pariwisata harus ada lokomotifnya. Peringkat pertama atau kedua pariwisata adalah wisata air, sehingga potensi air di Danau Rawa Pening harus benar-benar diberdayakan. Tanaman eceng gondok dan sedimentasi yang merusak kecantikan Rawa Pening harus dihilangkan.

Tidak kalah penting adalah adanya peraturan yang mengatur pembangunan berdasarkan perorangan di kawasan rawa. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu membuat Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) agar garis rawa tidak dikuasai investor. Tanpa adanya RDTR, biasanya para investor membangun rumah di pinggir danau. Padahal sekeliling danau harus berupa jalan lingkungan, kemudian 100 atau 200 meter jarak dari jalan lingkungan baru diperboleh ada bangunan.

“Pemerintah punya kelebihan dan kekurangan. Demikian pula saya sebagai pihak swasta punya kekurangan tidak bisa membuat peraturan. Tapi kelebihan saya lebih gesit dan bergerak cepat. Sedangkan pemerintah bisa menyiapkan regulasi,” bebernya.

Irwan menambahkan, Pemprov Jateng, Pemkab Semarang, akademisi, pengusaha, masyarakat, serta pihak-pihak terkait lainnya harus bersama-sama secara terpadu memajukan industri pariwisata Rawa Pening. Salah satunya dengan menjaga kelestarian alam dan seni budayanya sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar juga meningkat.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

 

 

 

Berita Terkait