PPKM Darurat, Angka Kematian di Jateng Turun

  • 12 Jul
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mencatat berkat adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat yang diberlakukan sejak 3 Juli 2021, terjadi penurunan angka kematian Case Fatality Rate (CFR) dan peningkatan Recovery Rate atau angka kesembuhan.
Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo mengatakan, saat ini terjadi penurunan angka CFR dibanding minggu sebelumnya.
“Terjadi penurunan CFR dari 6,36 persen menjadi 6,18 persen. Lalu, recovery rate atau angka kesembuhannya meningkat, dari 85 persen menjadi 85,19 persen,” kata Yulianto usai Rapat Evaluasi Penanganan Covid-19, di kompleks kantor Gubernur Jateng, Kota Semarang, Senin (12/7/2021).
Dia mencontohkan, di Kabupaten Kudus terjadi penurunan kasus dari minggu ke minggu. Tidak hanya itu, tingkat hunian rumah sakitnya di Kudus juga cukup longgar. Informasi tersebut diperolehnya kemarin usai berkomunikasi dengan Direktur RSUD Loekmono Hadi Kudus Abdul Aziz Achyar.
“Kira-kira keterisiannya (di RSUD Loekmono Hadi Kudus) hanya 50 persen-60 persen,” jelasnya berdasarkan informasi dari  Direktur RSUD Loekmono Hadi Kudus.
Hal itu jelas berbeda dibandingkan dengan kondisi pada minggu-minggu sebelumnya. Sebelumnya, tingkat keterisian di RSUD Loekmono Hadi Kudus mencapai 100 persen. Bahkan saking membeludaknya kasus Covid-19 sampai harus mengirim banyak pasien ke luar daerah Kudus. Sekarang kondisi Kudus malah menerima pasien dari luar wilayah.
“Ini cukup menggembirakan. Moga-moga, kabupaten dan kota yang lain juga mengalami suatu perbaikan penurunan kasus, penurunan jumlah kematian,” harap Yulianto.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyatakan, adanya PPKM darurat telah berimbas pada penurunan kasus.
“Ada, ada (penurunan kasus). Lumayan sih,” kata Ganjar.
Kendati demikian, Ganjar menegaskan agar masyarakat tetap mengurangi tingkat mobilitas. Karena sampel dari whole genome sequence (WGS) menyatakan kebanyakan dari sampel yang dikirim menunjukkan varian delta. Maka, Ganjar meminta masyarakat lebih waspada.
Dia menuturkan, sampel yang dikirimkan di WGS kurang lebih yang diambil 106 sampel. Dari jumlah itu, ditemukan varian delta 95 atau 89,6 persen. Dengan rinciannya, untuk anak di bawah usia 17 tahun ada 23 orang atau 24,2 persen, serta dewasa 72 orang atau 75,08 persen.
“Asal sampelnya di Kudus ada 72 di antara itu varian deltanya 62 (sampel), Salatiga ada enam (sampel), dengan varian deltanya lima (sampel), Jepara tiga sampel dan semuanya varian delta, Grobogan ada dua sampel dan delta semua, Kota Magelang ada tiga sampel dan semuanya delta, Karanganyar ada tiga sampel dan semuanya delta, serta Solo ada 16 sampel dan semuanya delta,” jelasnya.
Ditambahkan, masyarakat mesti tahu soal ini. Adanya pengetatan diakui memang tidak enak, tidak nyaman, tapi itu harus dilakukan. Sebab kalau tidak, dapat membahayakan semua. Untuk itu, perlu penekanan, seperti menggerakan desa dan kecamatan.
“Harapannya, mereka akan berkomunikasi dengan masyarakatnya agar mereka tidak keluar dari wilayah itu. Kalau mereka tidak keluar, mereka tidak turun banyak ke jalan. Kalau sudah turun banyak ke jalan, ke kota, dan sebagainya, dan tempatnya jauh, pasti ini menunjukkan mobilitas yang tinggi,” tandasnya. (Ak/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait