Potensi Batik Jateng “Nggilani”

  • 02 Oct
  • Prov Jateng
  • No Comments

Banyumas – Bicara batik, yang langsung terngiang di masyarakat adalah Jawa Tengah. Pasalnya, hampir semua daerah di provinsi ini memroduksi batik dengan kekhasan masing-masing.

“Kalau kita bicara potensi batik Jawa Tengah itu istilahnya nggilani. Banyak corak, kuantitas, kualitas dan gradasinya. Dari yang sangat sederhana sampai yang paling rumit, dari harga murah sampai sangat mahal, dengan medium katun hingga sutra atau mix keduanya. Kalau bicara batik, saya kira sumbernya ya Jawa Tengah ini,” puji Gubernur Ganjar Pranowo saat menjadi inspektur Upacara Hari Batik Nasional Tingkat Kabupaten Banyumas di Alun-Alun Purwokerto, Senin (2/10).

Orang nomor satu di Jawa Tengah itu menambahkan, saat ini hampir setiap kabupaten bahkan desa semakin melek dengan potensi daerahnya. Potensi itu kemudian dituangkan ke dalam motif-motif batik yang unik, yang akhirnya menjadi batik khas daerah tersebut.

“Ini direspon oleh daerah untuk memunculkan kekhasan masing-masing. Desain batik itu sesuai sejarah masing-masing atau barangkali potensi yang ada di sana. Umpamanya pariwisata ditempelkan dalam desain batik. Atau potensi kekayaan daerah lainnya seperti hasil pertanian, binatang dimunculkan,” jelasnya.

Mantan anggota DPR RI itu mencontohkan, Batik Banyumasan khas daerah pedalaman yang didominasi warna gelap seperti cokelat dan hitam. Corak gambarnya pun lugas dan tegas, mencerminkan budaya masyarakat Banyumas yang apa adanya.

“Batik Banyumasan dikenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan. Ada penghargaan terhadap nilai demokrasi. Semangat kerakyatan yang luar biasa yang filosofinya tertuang dalam corak-coraknya seperti motif Sidoluhung, Cempaka Mulia, Madubronto, Sekar Surya, dan Satria Busana,” bebernya.

Untuk potensi ekspor batik Jawa Tengah ke mancanegara, menurut Ganjar, perlu menjunjung orientasi konsumen. Karena masyarakat dunia tidak seluruhnya meminati batik. Sebelum ekspor, perajin batik Jawa Tengah perlu mengetahui minat target market mereka di kancah dunia, dan memroduksinya sesuai keinginan konsumen.

“Kalau ekspor kita mesti customer oriented. Karena tidak semua orang di sana suka batik. Kita mesti tanya batik yang paling mereka suka itu apa,” jelasnya.

Alumnus UGM itu mencontohkan, ketika berkunjung ke Brisbane, dia sengaja membuat desain khusus kain batik bergambar fauna khas Australia, yaitu kanguru dan kiwi. Begitu pula, saat dia berkunjung ke Belanda, Ganjar juga mengenakan batik dengan desain khusus kincir angin. Ternyata, batik tersebut mampu membuat tuan rumah kagum karena desain batik menggambarkan ikon negaranya.

“Dia bertanya di mana saya bisa beli (batik motif kincir angin). Saya katakan, jangan beli karena saya akan kasih batik itu untuk Anda. Diplomasi batik ini bisa kita lakukan. Para duta besar kita tentu bisa kita jadikan sebagai manekin untuk menampilkan batik dan (desain batik) bisa dikombinasikan untuk persahabatan antar negara,” pungkasnya.

 

Penulis : Ar, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait