PNS Tak Sekadar Profesi Mapan

  • 22 Jan
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Sebanyak 871 calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) di Jawa Tengah mengikuti pembekalan orientasi bertajuk “Sinergitas Orientasi CPNS Tahun 2017 yang Berkualitas” di Grhadhika Bhakti Praja, Senin (22/1). Mereka adalah 724 CPNS lulusan SMA/SMK yang mendaftar formasi penjaga tahanan dan 147 CPNS sarjana dari beberapa formasi yang ditempatkan di seluruh UPT Kemenkumham se-Jateng.

Kepala Kanwil Kemenkuham Jateng Ibnu Chuldun menjelaskan proses perekrutan seleksi penerimaan CPNS 2017 berlangsung sejak Agustus hingga Desember. Khusus untuk Provinsi Jawa Tengah menerima alokasi 724 orang formasi penjaga tahanan dan 147 orang sarjana yang ditempatkan di UPT se-Jateng. Selain itu, ada juga sarjana yang lulus seleksi dan penempatannya di seluruh Indonesia sejumlah 384 orang.

“Sehingga total untuk pemuda Jawa Tengah yang berhasil menjadi CPNS di Kemenkumham sebesar 1.255 orang,” terangnya.

Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP yang menyerahkan surat keputusan (SK) secara simbolis kepada CPNS meminta mereka senantiasa menjunjung integritas. Tidak mudah tergiur untuk melakukan korupsi atau menerima gratifikasi dalam bentuk apapun demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

“Tren ASN seluruh dunia hari ini adalah menegakkan integritas. Itu tidak bisa ditawar. Menjaga integritas itu sulit, berat sekali. Integritas adalah menepati janji, tidak korupsi, dan berani menolak pemberian. Anda siap melakukan ini?” tanya orang nomor satu di Jawa Tengah itu kepada para CPNS Kemenkumham.

Secara serempak, seluruh CPNS Kemenkumham Jateng menyatakan siap untuk menegakkan integritas. Ganjar pun menguji komitmen para tunas pengayoman tersebut. Mantan anggota DPR RI itu mengilustrasikan, para CPNS lulusan SMA/SMK yang mendaftar pada formasi penjaga tahanan nantinya memperoleh take home pay berkisar Rp 2,5 juta per bulan. Sementara itu, godaan untuk menerima gratifikasi selalu mengintai mereka saat menjalankan tugas. Terlebih, apabila mereka bekerja sebagai penjaga tahanan kasus narkotika yang umumnya memiliki harta berlimpah.

“Kerawanan nanti akan ada di tempat kerja saudara-saudara. Godaannya (untuk menerima gratifikasi) luar biasa. Bayaranmu Rp 2,5 juta. Kamu menghadapi penjahat dan kamu bisa disogok. Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Ganjar kepada CPNS formasi penjaga tahanan.

Nur Inayah, salah seorang CPNS formasi penjaga tahanan dengan tegas menjawab akan menegakkan integritasnya sebagai ASN dan menolak segala bentuk gratifikasi.

“Saya akan sampaikan, mohon maaf Bapak, saya sudah berjanji tidak menerima gratifikasi dalam bentuk apapun,” tegasnya.

Alumnus SMK jurusan Teknik Informatika itu paham, tugasnya sebagai penjaga tahanan bukan pekerjaan ringan. Inayah yang memeroleh penempatan di Rutan II B Pemalang itu harus siap bekerja di tengah-tengah para tahanan pidana umum yang memiliki rekam jejak pernah melakukan kejahatan pembunuhan, perampokan, atau pemerkosaan.

Kok kowe kewanen men mbak nyambut gawe ning kene. Kok milih dadi sipir penjara. Apa wis kebal?” gurau Ganjar.

“Kalau kebal tidak Pak. Tapi saya sudah pernah belajar bela diri tapak suci. Saya sabuk kuning. Saya ingin menjadi ASN dan mengabdikan diri untuk daerah saya,” jelas gadis berhijab tersebut.

Ganjar menerangkan, bekerja sebagai ASN adalah panggilan jiwa untuk melayani masyarakat dengan sepenuh hati. Bukan semata-mata menjalankan profesi untuk kemapanan finansial.

“Menjadi ASN itu nanti punya NIP. Tahu NIP? NIP itu nerima ing pandum. Karena menjadi ASN itu panggilan. Bukan hanya sekedar mencari profesi. Tapi harus punya passion di sana,” tegasnya.

Gubernur berharap, orientasi yang diikuti CPNS Kemenkumham di Jateng dapat memberikan contoh-contoh konkret, baik yang sifatnya kritik maupun otokritik. Sehingga internalisasi nilai-nilai ASN dapat diterima dengan baik oleh mereka.

“Saya kira baik juga nanti ketika mereka memasuki diklat diberikan contoh-contoh konkret sebagai kritik dan otokritik. Kritik tentu dari luar dan otokritik dari dalam. Baik juga ketika diklat menghadirkan tokoh-tokoh yang bisa dijadikan teladan. Misalnya bicara anti korupsi, KPK dijadikan narasumber. Sehingga internalisasi nilai-nilai bisa mereka terima dengan baik,” sarannya.

 

Penulis : Ar, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

 

Berita Terkait