Pintar Ngaji, Vokasinya Pun Harus Baik

  • 05 Dec
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Santri terus didorong untuk terus memiliki ketrampilan. Dengan begitu lulusannya tak hanya pintar mengaji, vokasinya pun harus baik.

Hal itu disampaikan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) RI Prof H Mohamad Nasir PhD AK, saat Sosialisasi, Launching Gerakan Akademi Komunitas Berbasis Pesantren, dan Pameran Industri, di Gradhika Bhakti Praja, Rabu (5/12). Kegiatan bertajuk “Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Dan Mewujudkan Bela Negara Masyarakat Indonesia dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 Melalui Pendidikan Akademi Komunitas Berbasis Pesantren” diselenggarakan Kemristekdikti RI bekerja sama dengan Konsorsium Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) dan Yayasan Penabulu.

Dijelaskan, Akademi Komunitas merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan jenis pendidikan vokasi program Diploma Satu (D-I) dan/atau Diploma Dua (D-II) dalam satu atau beberapa cabang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi tertentu, yang berbasis keunggulan lokal atau untuk memenuhi kebutuhan khusus.

Menurutnya, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan suatu keharusan, terlebih dengan hadirnya era revolusi industri 4.0. Dalam Global Compatitive Index 2018, Indonesia menduduki peringkat 45 dari 140 negara. Sebelumnya, Indonesia berada pada peringkat 47 dalam indeks tersebut.

Human capital harus kita dorong bagaimana menjadi lebih berkualitas. Bapak Presiden Jokowi akan berkonsentrasi membangun pendidikan vokasi di seluruh pondok pesantren di Indonesia. (Alumnus) Pondok pesantren harus pintar ngaji, vokasinya juga harus baik,” terangnya.

Nasir menambahkan, pendidikan vokasi berbasis pesantren hendaknya mengacu pada potensi daerah masing-masing. Agar pengembangannya dapat berlangsung baik, institusi pendidikan vokasi diharapkan bekerja sama dengan industri sesuai dengan kurikulum dan potensi daerah.

“Misalnya di bidang pertanian, bisa bekerja sama dengan dinas pertanian untuk mendampingi. Pemerintah dalam hal ini kemristekdikti, pemprov, pemkab dan pemkot sifatnya mendampingi, sehingga pondok pesantren bisa betul-betul meluluskan sumber daya manusia yang berkualitas,” lanjutnya.

Nasir mencontohkan, SMK NU Banat yang dikenal sebagai “sekolah fashion” memiliki konsentrasi pendidikan vokasi tata busana. Dengan penguasaan teknologi yang baik, pakaian yang semula harga jualnya Rp200 ribu-Rp250 ribu dapat didongkrak menjadi Rp2 juta-Rp2,5 juta.

“Saya pernah mengunjungi Pondok Pesantren Banat di Kudus. Di sana, baju yang harga jualnya Rp200 ribu-Rp250 ribu dengan adanya teknologi bisa dijual hingga Rp2 juta bahkan Rp 2,5 juta. Pondok pesantren dikenalkan animasi dengan baik sehingga bisa menghasilkan film-film animasi yang baik,” bebernya.

Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin Maimoen menyambut baik launching Gerakan Akademi Komunitas Berbasis Pesantren dan Pameran Industri tersebut.

“Saya senang dan mengapresiasi inovasi Kemenristekdikti yang mengembangkan Gerakan Akademi Komunitas Berbasis Pesantren dan hari ini dilaunching di Jawa Tengah. Ketika Kemenrisdikti mendorong pendidikan SMK, khususnya yang di bawah ponpes untuk melanjutkan ke jenjang D1 mapun D2, maka itu akan menjadi jauh lebih baik. Insyaa Allah, keterampilan anak-anak kita juga semakin dahsyat,” ujarnya mengapresiasi.

Gus Yasin, sapaan akrabnya menjelaskan, saat ini Pemprov Jateng terus mendorong penguatan kualitas pendidikan pada jenjang SMK. Muatan kurikulum SMK telah disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri.

Pemprov Jateng juga menjalin kerjasama magang kerja dengan perusahaan-perusahaan Jepang. Hal tersebut bertujuan agar pelajar SMK dapat belajar meningkatkan keterampilan, transfer teknologi, dan sekaligus mengadposi etos kerja warga Jepang yang dikenal rajin dan disiplin.

“Revolusi Industri 4.0 menjadi sebuah era yang harus siap kita hadapi. Kata kuncinya adalah bagaimana kita dapat memajukan pendidikan untuk kualitas SDM yang baik. Kita dorong pendidikan agar mampu melahirkan lulusan siap kerja dan bahkan berwirausaha sesuai potensi lokal yang dimiliki,” tuturnya.

Putera ulama kharismatik KH Maimoen Zubair itu menegaskan, keterampilan saja tidak cukup. Pelajar SMK juga harus memiliki semangat dan jiwa muda pantang menyerah menghadapi tantangan.

“Ketika anak-anak muda kita punya mental kuat, tidak minderan dan terus ditantang untuk maju maka adrenalin mereka akan naik. Mereka akan berani keluar dari comfort zone-nya untuk mencoba sesuatu yang baru dan tidak pernah takut gagal. Karena itu, saya berharap betul gerakan akademi komunitas berbasis pesantren dapat mendorong peningkatan skill dan sekaligus soft skill bagi para pelajar di SMK,” pungkasnya.

Penulis : Ar, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

 

Berita Terkait