Perempuanlah Yang Tahu Kebutuhan Perempuan

  • 07 Apr
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – “Ada yang mau jadi politisi?” tanya Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP t pada acara Emtek Goes to Campus 2017 di Auditorium Universitas Negeri Semarang (Unnes), Kamis (6/4).

Salah seorang mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes), Oktavia, segera naik ke atas panggung. Belum sempat menjawab pertanyaan itu, Oktavia mendapat pertanyaan tambahan.

“Menurutmu politik itu apa?” tanya orang nomor satu di Jawa Tengah itu.

Gadis berhijab itu pun menjawab, “Politik itu membenahi apa yang tadinya buruk di masyarakat menjadi hal yang baik. Contohnya, ketika desa belum punya saluran air yang memadai, mereka bisa mengusulkan kepada pemerintah.”

Ganjar kembali bertanya, misalnya Oktavia menjadi politisi, apa yang paling ingin dilakukan.

“Saya ingin lawan korupsi,” tegas Oktavia.

Jawaban Oktavia segera disambut tepuk tangan oleh Ganjar. Dia mengaku bangga karena saat ini semakin banyak perempuan, termasuk dari kaum muda yang berani mengemukakan pendapat di forum publik.

“Saya senang ketika ditanya siapa yang ingin jadi politisi, yang maju adalah perempuan. Saya beberapa kali ikut membahas paket undang-undang politik. Yang berat sekali adalah bagaimana tindakan afirmasi (affirmative action) untuk memberikan kesempatan lebih banyak perempuan duduk di dalam pengambilan keputusan. Itu tidak mudah,” terang alumnus UGM itu.

Gubernur membeberkan, kompleksnya penyusunan kebijakan tentang tindakan afirmasi diulas di dalam teori politik. Tetapi tidak semua orang memahami bahwa partisipasi perempuan ke dalam pengambilan keputusan publik idealnya mencapai 30 persen.

“Kenapa (partisipasi) perempuan di dalam pengambilan keputusan sampai 30 persen? Ada yang tahu?” mantan anggota DPR RI itu kembali menghadirkan teka-teki kepada para mahasiswa di hadapannya.

Mahasiswi jurusan Ilmu Politik Unnes, Elok Rahmawati, pun angkat bicara. Menurutnya, hanya sesama perempuan yang dapat betul-betul memahami kebutuhan satu sama lain. Untuk itu, perempuan sudah seharusnya terlibat ke dalam program pengambilan keputusan publik agar mereka mampu menyalurkan aspirasi para perempuan.

“Perempuan itu punya kebutuhan. Perempuanlah yang mengerti kebutuhan perempuan. Idealnya, semakin banyak kuota perempuan dalam pengambilan keputusan, aspirasi-aspirasi perempuan semakin dilindungi secara legal atau hukum,” jelas Elok.

Taufik, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Jawa Unnes turut menambahkan penjelasan Elok. Bagi Taufik, ketidaksetaraan gender masih tampak di tengah masyarakat Indonesia. Mereka menjunjung persepsi, laki-lakilah yang pantas menjadi penguasa dan pembuat kebijakan. Sementara itu, perempuan dipandang sebagai “warga kelas dua”.

Miturut kula, di Indonesia taksih gadah persepsi ingkang jaler menika penguasa, menawi estri menika stratanipun rendah. Tiyang estri menika mboten saged dados pemimpin,” ungkapnya.

Menanggapi jawaban mahasiswa, Ganjar tidak menampik jika sebagian besar masyarakat masih beranggapan perempuan lebih pantas melakukan pekerjaan domestik. Tetapi anggapan itu keliru. Menurutnya, perempuan dan laki-laki hanya berbeda dari segi fisik dan kodrat, sementara peran sosial mereka sama.

“Karena yang menjadi cerita masyarakat itu secara sosiologis perempuan itu di belakang. Kulturalnya kan begitu. Kanggo apa sekolah dhuwur-dhuwur ning Unnes nek sesuk rabi, sesuk dikongkon masak? Tidak. Apa yang membedakan laki-laki dengan perempuan? Yang jelas fisik dan kodratnya. Tapi peran sosialnya sama,” tegasnya.

Untuk itu, perempuan seharusnya didorong untuk terlibat di dalam proses pengambilan keputusan sesuai dengan persentase yang diatur oleh undang-undang, yaitu 30 persen. Dengan demikian, program-program pemerintah yang properempuan dapat dikawal dengan baik.

“30 persen adalah angka yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan. Itu sejarahnya dari Amerika. Begitu mereka voting, 30 persen itu bisa menggoyang suara. Semakin banyak perempuan masuk, maka semakin perempuan yang bicara akses kesehatan dan program lainnya. Jawa Tengah itu misalnya punya program nginceng wong meteng. Setiap perempuan hamil diperhatikan betul. Dipastikan kandungannya sehat, hingga mereka melahirkan, dan menjamin mereka selamat,” pungkasnya.

 

Penulis : Ar, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait