Penetapan GTT Akan Dilakukan Tiap Tahun

  • 25 Mar
  • Prov Jateng
  • No Comments

Kudus – Seluruh Guru Tidak Tetap (GTT) di Jawa Tengah dengan jam ajar minimal 24 jam dan maksimal 30 jam, akan ditetapkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah. Saat ini, masalah penetapan tersebut sedang dikomunikasikan dengan Sekretaris Jendral Kementerian dan Kebudayaan, Didik Suhardi.

 

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Gatot Bambang Hastowo mengemukakan, penetapan GTT itu untuk memenuhi Permendikbud Nomor 7 Tahun 2017 yang menyebutkan guru honorer wajib mendapat surat penetapan dari pemda. Setelah GTT ditetapkan, mereka bisa memperoleh honor dari alokasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dengan ketentuan maksimal sebesar 15 persen dari total dana BOS yang diterima.

 

“Kami menjalin komunikasi dengan Sekjen (Kemendikbud), dan Sekjen siap. Kan di situ (Permendikbud nomor 7/2017) disebutkan harus ditetapkan Sekjen. Nanti bentuknya bukan SK tapi penetapan GTT 2017 oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian akan kami bawa ke Jakarta untuk disahkan Sekjen. Sehingga nanti uang BOS sudah bisa digunakan. Jadi kepala sekolah tidak perlu bingung, nanti kami yang mengurus penetapannya,” jelas Gatot saat Pembinaan Kepala SMA/ SMK/ SLB N, BP2MK Wilayah II Pati di SMAN 1 Bae, Jumat (24/3).

 

Untuk kontrak penetapan GTT, lanjutnya, akan dilakukan setiap tahun. Sehingga, tiap tahun akan selalu ada pendataan. Sebab, jumlah GTT sangat fluktuatif.

 

“Kita tahu bahwa fluktuatif GTT luar biasa jumlahnya. Sehingga Jateng misalnya nanti ada 1.000 guru yang pensiun pada 2017, berarti kita kan harus merekrut GTT lagi. Kalau tidak, pembelajaran terkendala,” tutur mantan Sekretaris KPUD Provinsi Jawa Tengah itu.

 

Bagaimana dengan PTT (Pegawai Tidak Tetap)? Pertanyaan itu, imbuh Gatot sering disampaikan melalui twitter. Gatot menjelaskan, honor PTT akan dibayar oleh pihak sekolah melalui dana partisipasi masyarakat.  Gatot yakin, apabila sekolah dan komitenya melakukan komunikasi dengan baik dengan para orang tua atau wali murid, besaran uang partisipasi sekolah tidak akan menimbulkan masalah.

 

“PTT juga akan dipikirkan oleh sekolah dengan menggunakan dana partisipasi masyarakat. Jadi sebetulnya sudah ringan kalau kita mau ‘ngonceki‘ (mengupas). Sumber anggaran sudah ada untuk GTT dan PTT. Yang pertama dari pemprov, yang kedua BOS, yang ketiga partisipasi masyarakat. Hal ini kalau disampaikan dalam rapat, Insya Allah tidak ada masalah. Terbuka begitu,” urainya.

 

Wakil Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko menambahkan, masih ada banyak hal yang perlu ditata dalam peralihan kewenangan SMA dan SMK. Di dalamnya antara lain adalah peralihan personel dan anggaran.

 

“SMA/ SMK ini ibarat keluarga baru yang harus diterima. Adapun ketika tinggal di rumah baru, tempat belum ditata sedemikian rupa. Untuk itu, kita perlu membangun komunikasi karena setiap perubahan atau masa transisi, ada hal-hal yang perlu disesuaikan,” kata mantan Bupati Purbalingga itu.

 

Terkait dengan anggaran yang salah satunya digunakan untuk membayar honor GTT dan PTT, kata Heru, seringkali alokasi yang diterima pemerintah tidak mencukupi. Ketika anggaran kurang, maka perlu menggali potensi sumber dana lain. Sumber dana lain itu, salah satunya dari partisipasi orang tua/ wali murid.

 

“Tentu peluang partisipasi masyarakat kita daya gunakan, dengan cara-cara yang sudah diatur supaya tidak salah. Dimanfaatkan dengan betul. Dikelola secara transparan dan dipertanggungjawabkan secara transparan pula,” ucapnya seraya mengingatkan.

 

Cara menggalinya pun, menurut Heru, harus dengan pendekatan budaya, yakni dengan berembuk. Komunikasi memegang peran penting agar tidak terjadi kesalahpahaman.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait