Pekerja Migran Indonesia Bukan Lagi Komoditas

  • 17 Sep
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Provinsi Jawa Tengah menempati urutan kedua dari 34 provinsi di Indonesia pengirim pekerja migran Indonesia (PMI) terbanyak setelah Jawa Barat. Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tahun 2017, PMI asal Jateng sebanyak 29.394 orang.

“Dalam rentang dua tahun terakhir, daerah di Jateng yang tertinggi penempatan PMI berasal dari Kabupaten Cilacap, kemudian Kendal dan Brebes. Sejumlah kabupaten tersebut berkarakteristik daerah miskin,” ujar Wakil Komite III DPD RI, Novita Anakotta saat kunjungan kerja di Pemprov Jateng, Senin (17/9).

Anggota DPD RI dari Maluku yang datang bersama 11 anggota Komite III DPD RI itu menyebutkan, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2018, menunjukkan ada 7,64 persen dari 127.07 juta warga masuk kategori setengah menganggur dan 23,83 persen bekerja paruh waktu. Kondisi itulah yang memaksa masyarakat bekerja di luar negeri sebagai pilihan dalam rangka memperbaiki taraf hidup.

“Bekerja di luar negeri ternyata juga memiliki banyak risiko. Selain itu di balik keberhasilan pekerja migran Indonesia di luar negeri, tidak sedikit pula yang mengalami masalah,” katanya.

Hasil pengawasan Komite III DPD RI terkait perlindungan PMI terdapat sejumlah temuan, terutama masalah yang dihadapi atau dialami PMI pada umumnya berawal dari daerah. Antara lain dari proses perekrutan yang tidak sesuai dengan aturan, adanya pemalsuan identitas, kompetensi PMI yang rendah, serta persoalan lain yang menjadi salah satu pertimbangan hingga hadirnya UU No 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

Diharapkan PMI bukan lagi komoditas melainkan subjek yang wajib dilindungi kesejahteraannya. Selain itu UU PMI memberikan peran dan tanggung jawab daerah, baik provinsi kabupaten dan kota untuk turut terlibat aktif dalam mekanisme perlindungan PMI.

“Perlu pengelolaan yang serius dalam manajemen penanganan PMI. Kami harapkan Jawa Tengah dapat mengidentifikasi permasalahan yang dialami di daerah terkait dengan PMI, termasuk bagaimana peran pemerintah daerah dalam perlindungan,” pintanya.

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP menjelaskan, di Jateng terdapat 14 kabupaten yang mempunyai 29 desa migran produktif. Namun demikian tahun ini mengalami penurunan angka PMI sebesar 14.529 orang atau sekitar 26, 30 persen.

Data Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) BNP2TKI tahun 2017, jumlah penempatan pekerja migran Indonesia 55.224 orang dengan rincian, sektor informal tercatat 35 398 orang dan sektor formal sebanyak 19.826 orang. Sedangkan jumlah penempatan pekerja migran asal Jawa Tengah hingga 8 September 2018 sebanyak 40.700 orang, terdiri atas pekerja sektor informal.23.687 orang dan formal 17.013 orang.

“Pemberlakuan UU Nomor 18/2017 tentang PPMI bagus dan positif. Karena mengamanatkan aspek perlindungan yang lebih luas. Yakni perlindungan sebelum bekerja selama bekerja dan setelah bekerja, perlindungan hukum, jaminan sosial pekerja migran, pembiayaan dan layanan terpadu satu pintu untuk pekerja migran Indonesia,” bebernya.

Ditambahkan, tugas pemerintah provinsi secara rinci antara lain menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kerja, mengurus kepulangan PMI bermasalah sesuai kewenangannya, menerbitkan izin kantor cabang perusahaan, melaporkan hasil evaluasi terhadap perusahaan kepada menteri, perlindungan terhadap PMI sebelum dan sesudah bekerja. Selain itu menyediakan bantuan dan pelayanan, memfasilitasi pelatihan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan, serta membentuk pelayanan terpadu satu atap.

“Jateng menjadi salah satu lokasi pilot project Kemenaker untuk peningkatan kompetensi CPMI yang akan dilaksanakan Balai Latihan Kerja Dalam dan Luar Negeri (BLKDLN) Jateng, yang meliputi perawat lansia, barista dan penyedia layanan kamar tamu,” terangnya.

Kepala Disnakertrans Jateng, Wika Bintang menuturkan, terkait proses penempatan PMI ilegal, di Jawa Tengah sudah ada seorang kepala desa di Desa Kahuripan, Wonosobo bernama Wahyudi. Kades tersebut sangat peduli terhadap warganya yang akan bekerja di luar negeri.

Wika menjelaskan, bagi warga yang akan berangkat harus sepengetahuan kades, calon PMI tidak diizinkan mengurus dokumen melalui calo, bahkan kades yang mengawal calon PMI mengurus dokumen. Terlebih Wonosobo menjadi salah satu dari sembilan kabupaten di Jawa Tengah yang menjadi sentra calon PMI.

“Kami juga telah mengurus PMI bermasalah sesuai kewenangan. PMI meninggal dunia, PMI tidak berdokumen, gaji yang tidak terbayar ini menjadi persoalan besar. Apapun yang terjadi ini menjadi target untuk menuntaskannya,” tandasnya.

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait