Obat Herbal Diharapkan Bisa Naik Kelas

  • 30 Mar
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Jamu herbal diharapkan naik kelas menjadi fitofarmaka, atau obat yang diresepkan oleh dokter. Pasalnya, saat ini masyarakat cenderung memilih obat-obat herbal ketika sakit.

 

“Kita harapkan industri obat herbal bukan hanya di level jamu tapi menjadi obat herbal terstandart. Dan itu naik lagi menjadi fitofarmaka yang bisa diresepkan oleh para dokter. Kemarin kita undang Dirut PT Phapros. Dirut Phapros memberi masukan kepada kami, bahwa kehidupan masyarakat pun sudah tidak mau pakai obat kimia,” tutur Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Prof Eniya Listiani Dewi, dalam Rapat Kerja Deputi Bidang TAB BPPT 2017 di Hotel Patrajasa, Kamis (30/3).

 

Eniya menambahkan, untuk menguatkan industri jamu, BPPT sendiri sudah melakukan kerja sama dengan Jamu Jago. Antara lain, berupa memberikan fasilitas mesin ekstraksi untuk bahan baku jamu, yang dibuat sendiri oleh BPPT dan sudah dioperasionalkan Jamu Jago selama 10 tahun.

 

“Saat ini kita juga penguatan di industri ekstraksi untuk bahan baku jamu. Kita mesinnya bisa membuat dan sudah terbukti tahan 10 tahun di Jamu Jago,” ujarnya.

 

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP menambahkan, selama ini industri jamu yang besar masih kekurangan bahan baku. Salah satunya jahe yang budidayanya di Jateng belum bisa memenuhi kebutuhan dan mesti mendatangkan dari luar provinsi, bahkan impor.

 

“Namanya jahe mendatangkan dari NTT, bahkan impor. Kenapa seperti itu ketika saya tanya kepada pengusaha jamu. Katanya, yang penting kadar sreng-nya (aromanya). Ini nanti jadi tugas BPPT. Ginger-nya itu kadarnya kayak apa. Kan seperti garam ada kadar NaCL-nya. Kalau lebih dari 96 persen okelah,” jelasnya.

 

Sekda berpandangan, untuk memenuhi permintaan bahan baku jamu sesuai standar pabrikan, BPPT perlu memberi pelatihan, pendampingan, dan juga bibit kepada para petani tanaman jamu. Dengan begitu, petani juga akan merasakan manfaat ketika bahan bakunya dapat diterima pabrik.

 

“Misalnya benih jahe gajah kualitas pertama dengan kadar ginger sreng-nya sekian persen. Dikawal. Jangan diserahkan petani saja. Nanti tidak jadi,” pintanya.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait