Mindset dan Pola Berpikir Harus Diubah

  • 14 Aug
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Kemoceng biasa digunakan masyarakat untuk membersihkan debu. Tapi, bagi guru dan siswa yang tengah mengikuti Workshop Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di SMKN 11 Semarang, Rabu (14/8/2019), kemoceng bisa berubah menjadi banyak fungsi. Mulai dari gitar, skateboard, keset, biola, kuas make up, raket antinyamuk, bahkan ada pula yang mengekspresikan kemoceng menjadi bayi.

Begitu pula ketika peserta workshop disuruh menganalogikan bola. Beragam pemikiran mengenai bola itu pun disampaikan. Ada yang menganggap bola sebagai bakso, kursi, guling, bahkan ada yang meletakkan bola di perut bak wanita yang tengah mengandung.

Tak hanya itu, keranjang dan ID card pun “disulap” menjadi beragam barang. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang hadir pada kesempatan itu juga tak lepas dari sasaran. Dia diminta menggambarkan benda dari ID card, dan gubernur menggunakan ID card sebagai handphone.

Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal menyampaikan, kegiatan tersebut merupakan asosiasi bebas. Seluruh peserta dipancing kreativitasnya tanpa batas. Dan terbukti, fantasi mereka beragam, bahkan ada yang tak terduga.

Ditambahkan, asosiasi bebas tersebut merupakan salah satu materi pada workshop GSM. Selama tiga hari, mulai Selasa (13/8/2019) hingga Kamis (15/8/2019), berbagai materi diberikan. Hari pertama, mereka mendapat bekal mengenai perubahan mindset dan paradigma guru terkait pendidikan masa depan. Pada hari kedua, mereka mulai memraktikkan penciptaan lingkungan belajar yang lebih menyenangkan, engagement, melibatkan, memberikan ruang-ruang pendidikan bagi siswa untuk berfikir, sekaligus metodologi pembelajaran yang lebih kontekstual dan relevan.

“Dengan bekal itu nantinya mereka bisa menyelesaikan persoalan nyata. Sehingga kompetensi kompleks problem solving dari anak-anak bisa terbangun dan terfasilitasi,” bebernya.

Hari ketiga, saatnya menumbuhkan karakter berbasiskan olah pikir, olah rasa dan olah hati. Bagaimana membangun empati, kemandirian anak, rasa percaya diri, sehingga anak lebih bertanggung jawab, sekaligus dia memiliki kemampuan untuk merefleksikan dirinya terus-menerus untuk bisa beradaptasi dengan dunia yang sangat cepat.

“Itu semua tidak akan bisa terjadi kalau pendekatannya sangat teknis. Tapi perubahannya harus pada mindset dan pola berpikir. Sehingga harapannya orientasi kebijakan politik pendidikan negeri ini bisa berubah. Tidak hanya pada kecukupan standarisasi tapi lebih pada personalisasi learn, artinya membangun potensi minat bakat siswa didik itu. Karena dengan ini setiap anak didik kita itu bisa beradapatasi dengan perubahan dunia yang sangat cepat,” terang Rizal.

Gubernur Ganjar Pranowo mengakui, peningkatan SDM mesti diimbangi metode belajar mengajar yang baik. Untuk itu pihaknya mengadopsi Gerakan Sekolah Menyenangkan untuk diujicobakan di SMAN/SMKN di Jawa Tengah.

“Ke sekolah itu menyenangkan bukan stres. Terus kemudian dalam situasi ekosistem yang saling mendukung, kalau orang seneng itu dimasuki ilmu gampang. Kalau dia sudah bosan, sudah mual, nyebelin gitu maka akan ada daya tolak yang tinggi dari dirinya. Maka diajari apa wae sudah akan menolak dulu karena gurunya nggak menyenangkan, pelajarannya mungkin tidak dia minati dan sebagainya,” ujarnya.

Ganjar berharap, dalam enam bulan hingga satu tahun mendatang sudah ada perubahan. Sehingga, pembelajaran di sekolah menjadi lebih menyenangkan, sekaligus membangun sumberdaya manusia (SDM) berkualitas, seperti keinginan Presiden.

“Anak-anak itu punya impian. Harapan saya, mereka akan berkata, besok saya mau sekolah ah. Saya harus sekolah, bertemu lagi dengan teman-teman dengan guruku yang asik itu, dan kemudian kita belajar,” tandas gubernur. (Hi/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait