LPPL Bukan Lagi Corong Pemerintah, Tapi Corong Publik

  • 25 Oct
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) diminta menggeser paradigma dari radio corong pemerintah menjadi corong publik. Sehingga apa yang disampaikan menjadi rujukan masyarakat, seperti, menjadi garda terdepan dalam menampilkan berita yang benar dan menangkal hoax.

“LPPL harus move on. Bergeser dari mindset sebagai corong pemerintah menjadi corong publik. Ada berita hoax-hoax, yang tampil terdepan untuk menangkalnya ya LPPL. Ketika LPPL menyajikan berita benar, akan menjadi rujukan. Ini menyangkut trust,” ungkap pemerhati radio, Drs Pudjo Rahayu MSi, saat Dialog Interaktif Pengembangan dan Kapasitas Pengelolaan Radio LPPL Jawa Tengah, di Hotel Allstay, Rabu (25/10).

Dia mengibaratkan jika di Polri ada cyber crime, LPPL diharapkan tampil menjadi cyber news. Jadi, masyarakat akan merasa belum mendapat berita yang benar jika belum mendengarkan informasi yang disampaikan LPPL. Artinya, isi siaran menjadi materi yang sangat penting. Tak sekadar menghibur tapi juga mengedukasi masyarakat.

“Produk atau isi siaran harus berkualitas, faktual, independen, netral, mendidik, boleh juga ada kritik sosial. Memang hiburan penting, tapi semua variable rujukannya mesti pendidikan. Silakan menghibur, tapi targetnya tetap mendidik, termasuk tidak menerima iklan-iklan yang membohongi publik,” tegas Pudjo.

Dia menyampaikan sepuluh hal yang mesti menjadi perhatian dalam pengelolaan radio, yang disingkat 5P dan 5S. Yakni, product atau isi siaran, price (kemudahan mengakses), place (tempat yang memadai agar bisa untuk kegiatan jumpa pendengar), promotion (promosi), practise (terus berlatih). Ada pula service (pelayanan kepada pendengar maupun pemasang iklan), structure yang efektif dan efisien, social responsibility dengan mengadakan pertemuan-pertemuan off air bersama pendengar, segmentasi yang jelas, serta survei untuk mengetahui keinginan pendengar sehingga bisa jadi dasar pengambilan kebijakan.

“Yang perlu digarisbawahi, jangan mau dikendalikan pemasang iklan. Radio yang berkualitas tidak gampang menerima iklan. Tidak kalah pentingnya, LPPL juga harus melakukan iklan layanan masyarakat, apalagi sudah didanai publik. Iklan layanan pun bisa jadi sumber pemasukan. Misalnya, pada malam hari, penyiar menyampaikan, saat ini tepat pukul 19.00, sudahkah anda temani anak-anak untuk belajar? Iklan ini dipersembahkan radio X dengan toko buku Y,” beber pria yang pernah menjabat sebagai Komisioner KPID Jawa Tengah ini.

Sementara, praktisi radio, Dandy Ganda menyampaikan perkembangan teknologi tak membuat radio kehilangan pendengar. Berdasarkan survei dari AC Nielsen, pergeseran pendengar radio selama satu tahun tidak sampai satu persen. Bahkan di beberapa wilayah, pendengar setia radio justru mengalami peningkatan, seperti di Makasar yang bertambah delapan persen.

Kendati begitu, dia meminta agar radio pun mengikuti perkembangan zaman. Setidaknya, siaran yang mereka sampaikan dapat diakses melalui media internet. Hal itu sekaligus memperluas jangkauan siaran radio yang sebenarnya juga sudah sampai di pelosok daerah.

“Sayangnya, radio kita tidak banyak yang punya akses streaming,” ungkap Dandy.

Dijelaskan, berdasarkan penelitian AC Nielsen, radio disukai pendengarnya karena memutar lagu-lagu terkini, bisa menjadi mood booster, dengan program yang kreatif. Karakteristik presenter juga menjadi daya tarik tersendiri, di samping berita yang selalu di-update.

“Jadi, SDM penyiar juga mesti dipertimbangkan benar. Sebab akan mempengaruhi pendengarnya,” bebernya.

Hal senada juga disampaikan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Tengah Dadang Somantri. Dia meminta LPPL dapat menjadi media penangkal hoax. Selain itu juga menyosialisasikan program pembangunan, serta siaran yang bisa mendidik masyarakat.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP mengatakan radio lokal menjadi alternatif pilihan masyarakat untuk mendapatkan hiburan dan informasi, mengingat masyarakat sudah jenuh dengan berita dari luar negeri maupun berita berskala nasional. Namun, informasi yang disampaikan juga mesti aktual menyangkut kondisi di wilayah masing-masing.

“Terus mengedukasi masyarakat agar berfikir logis dan realistis. Tangkal berita hoax. Buat rakyat melek berita dan makin cerdas menyikapi kondisi sekarang,” tegasnya.

Mengingat pentingnya peran LPPL, Sri Puryono mengingatkan agar SDM pengelola dan pengampu acara pun mesti professional dan kompeten. Jangan sampai menempatkan personel “titipan” yang tidak professional dan kompeten sebab itu justru dapat merusak LPPL.

“Bukan zamannya lagi titipan-titipan. Dahulukan professional dan kompetensi,” tandas dia. (Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait