Lindungi Warga yang Bekerja di Luar Negeri, Begini Langkah Pemprov Jateng 

  • 14 Jun
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkomitmen melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Selain telah melaksanakan perintah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017, pemprov juga tengah menggodok peraturan turunan terkait pekerja bersama legislatif.
Hal itu mengemuka saat Focus Group Discussion (FGD), yang diselenggarakan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan United Nation Development Programme (UNDP), Selain itu, hadir pula perwakilan dari Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Rabu (14/6/2023).
Berlangsung di balairung Arjuna Hotel Ibis Style Semarang, acara tersebut mengambil tajuk “Asesmen Kebjakan Pekerja Migran Indonesia di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah”.
Sekretaris Daerah Jawa Tengah Sumarno mengatakan, PMI menjadi magnet bagi warga Jateng. Ini tak lepas dari iming-iming kesejahteraan yang didapat selepas bekerja di luar negeri.
Menurutnya, permasalahan PMI acap kali muncul, karena kurangnya informasi valid yang diterima warga. Sehingga, banyak warga yang terjebak tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Kewajiban kita sebagai pemerintah adalah membuat kebijakan untuk melindungi mereka. Dari berbagai kasus, yang muncul itu karena kurang informasi, karena untuk mengajak gampang sekali,” ujarnya.
Oleh karena itu, Sumarno mengapresiasi FGD yang diselenggarakan SBMI dan UNDP tersebut. Ia berharap, dengan ajang ini dapat menelurkan kebijakan daerah yang sesuai dengan kondisi terkini.
Data Badan Pelindungan Pekerja Migran (BP2MI) dari 2016 hingga 28 April 2023, penempatan PMI asal Jateng fluktuatif. Dari 68.471 orang pada 2016, menjadi 55.255 orang di 2017, kemudian naik menjadi 61.515 pada 2018.
Pada 2019 PMI asal Jateng yang bekerja di luar negeri mencapai 60.693 orang. Kemudian merosot di 2020 menjadi 26.428 orang, di 2021 menjadi 17.504 dan naik di 2022 menjadi 47.480.
Dengan data tersebut,  pada 2022 Jateng menjadi provinsi kedua terbesar, yang menempatkan PMI di luar negeri. Urutan pertama penyumbang PMI adalah Jatim dengan 51.348 orang dan nomor tiga Jabar dengan 33.285 orang.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jateng Ahmad Aziz mengatakan, pihaknya telah melakukan sejumlah langkah, guna melindungi calon PMI dan pelindungan bagi pekerja migran. Di antaranya, penyelenggaraan pendidikan, mengurus kepulangan, penerbitan izin perusahaan penempatan pekerja migran (P3MI), dan orientasi prapemberangkatan.
Pada 2022, imbuhnya, BLK Semarang 1 menyelenggarakan pelatihan bagi 30 orang dengan tujuan Special Skilled Work (SSW) ke Jepang dan Taiwan. Pada 2023 ada satu paket 20 calon pekerja migran Indonesia dan SSW ke Jepang. Sementara itu, di Kabupaten Grobogan telah dilakukan pelatihan pada 375 CPMI.
Di sisi lain telah dilakukan pemulangan delapan PMI karena konflik, bencana alam, penyakit, deportasi, atau yang bermasalah. Selain itu, diberikan pula santunan, pemulangan jenazah, denda imigrasi, dan pemberian uang duka.
Ahmad Azis menyampaikan, kanal aduan juga dibuka melalui LaporGub, dan telah memberikan edukasi di tingkat perdesaan, terkait langkah aman menjadi PMI.
“Kami juga telah memberikan izin kepada 93 kantor cabang P3MI. Atensi Pak Gubernur (Ganjar Pranowo) juga besar. Begitu ada laporan terkait kasus Kamboja (penipuan pekerja) juga langsung berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri,” ujarnya.
Senior Technical Advisor UNDP Indonesia Muhammad Syamsul Tarigan mengatakan, Jawa Tengah merupakan satu di antara tiga provinsi yang menjadi pilot project Migration Governance for Sustainable Development. Ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola migrasi di Indonesia.
Dalam proyek itu, terang Tarigan, akan dilakukan asesmen terkait kebijakan di tingkat pemerintah daerah dalam hal ini provinsi dan kabupaten. Ini bertujuan untuk memengaruhi kebijakan pemerintah berdasarkan kenyataan di lapangan.
Adapun, tiga provinsi yang ditargetkan menerapkan proyek ini, bebernya, adalah Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Selain itu ada tiga kabupaten yang disasar yakni, Lombok Timur, Grobogan, dan Maros.
“Harapannya lahir sebuah laporan asesmen yang membahas komprehensif tentang analisa perlindungan pekerja migran. Baik kebijakan payung hukum perlindungan HAM maupun analisa gender. Laporan in akan dirincikan melalui kertas kebijakan, yang menjadi basis SBMI, UNDP, dan stakeholder lainnya, untuk melakukan advokasi kebijakan tata kelola migrasi yang lebih inklusif, adil bagi tenaga migran indonesia,” pungkasnya. (Pd/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait