Lengkapi Ritual Sumpah Jabatan dengan Janji Spiritual

  • 23 Nov
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – “Siapa yang pernah berbohong? Siapa yang tidak pernah mencontek?”

Pertanyaan itu disampaikan staf fungsional Pendidikan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Anto Ekayadi, pada peserta Workshop Membangun Budaya Integritas dan Mengaplikasikannya dalam Pelayanan Publik, yang diselenggarakan dalam rangka HUT ke-46 Korpri, di Grhadhika Bhakti Praja, Kamis (23/11). Tidak ada satu pun peserta yang mengangkat tangannya.

Anto kemudian menanyakan ulang, jika sudah terbiasa mencontek atau berbohong, apakah masih ada rasa deg-degan. Pasalnya, sesuatu yang sudah dilakukan berulangkali tak akan lagi membuat pelakunya ketakutan. Sama halnya dengan korupsi, jika sudah terbiasa melakukan tidak akan merasa ketakutan. Terbukti, para pelaku korupsi pun sebagian besar justru mereka yang pintar, dengan latar belakang pendidikan tinggi dan memiliki pengetahuan agama.

Untuk itu, Anto menegaskan korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa hanya akan bisa diselesaikan dengan cara dan semangat luar biasa, oleh orang-orang yang luar biasa pula. Menurutnya, korupsi terjadi karena tidak ada orang yang mengingatkan. Sudah saatnya para aparatur sipil negara (ASN) yang juga anggota Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) ikut berjuang, berkomitmen memberantas korupsi.

Caranya, imbuh pria berkacamata ini, adalah dengan KORPRI. Huruf K di awal kata diartikan sebagai komitmen kuat untuk menolak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Dibutuhkan sistem pengendalian internal pada masing-masing individu untuk mengalihkan ritual janji anti-KKN menjadi spiritual di mana tumbuh rasa untuk tidak boleh melanggar janji. Sebab secanggih apa pun sistem yang digunakan, akan mandul jika ada KKN di dalamnya.

“Sumpah saat menjadi PNS atau sumpah jabatan jangan hanya jadi ritual, tapi spiritual. Lagi sendiri atau beramai-ramai, dijaga sistem atau di luar sistem, butuh pengendalian SPI, sistem pengendalian internal, supaya ritual janji menjadi lengkap dengan sesuatu yang spiritual,” ungkapnya.

Huruf kedua, O, dikatakan Anto sebagai orang atau organisasi, yang sangat penting terhadap ada tidaknya KKN. Diakui, tidak ada satu pun organisasi yang bersih. Tapi jangan menyerah dengan kondisi itu. Justru dibutuhkan tekad dan keinginan kuat dari masing-masing orang untuk mau berubah.

Dia menyadur teori perubahan, di mana untuk memerangi semuanya, cukup mencari 20 persennya untuk menjadi agen perubahan. Agen perubahan itu bukan asal-asalan memilih, tapi benar-benar mencari orang yang terbaik untuk mendorong, membangun, dan mengawal budaya integritas. Sebab menumbuhkan integritas bukan tanggung jawab KPK, BKD, atau inspektorat, melainkan tanggung jawab keseluruhan.

Huruf ketiga, R, disebutkan Anto sebagai rencana besar. Dia berpesan agar berhati-hati dengan rencana besar yang disusun, jangan sampai mau diskenario oleh pihak luar dan menjadi bencana.

Sementara, huruf keempat P, merupakan singkatan dari pemimpin yang berintegritas, mengingat leadership memegang peran 45 persen. Kendati begitu, dia mengingatkan agar bangunan birokrasi benar-benar ditegakkan, sehingga siapa pun kepala daerahnya tidak bisa menggoyangnya.

“Perlu menyamakan persepsi, keinginan, pemikiran. Jadi pemimpin harus berkesinambungan, bukan sebatas rezim. Mereka hanya lima tahun datang silih berganti. Bapak/ ibu adalah pemilik dari birokrasi. Mengapa harus takut dengan ‘anak kos’,” tegasnya.

Huruf terakhir I, disebutkan Anto sebagai integritas dengan level tertinggi. Tidak mudah memang menegakkan integritas dengan level tertinggi. Tapi bisa dimulai dari yang paling rendah, yakni jujur mengikuti nurani. Kemudian naik level menjadi konsistensi, berani menjaga kejujuran, hingga yang tertinggi adalah siap menghadapi risiko apa pun untuk mempertahankan kejujuran, bahkan sampai nyawa taruhannya.

“Kalau itu bisa ditegakkan, akan indah. Tidak mudah goyah dan dicabut,” ujar Anto.

Sementara itu, Plt Inspektur Provinsi Jawa Tengah Siswo Laksono SH MKn mewakili Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP menyampaikan saat ini Jawa Tengah terus bergerak pada upaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Berbagai sistem telah dibangun guna mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang makin transparan dan akuntabel. Harapannya, sistem itu mampu mencegah potensi terjadinya praktik-praktik korupsi, gratifikasi dan pungli, sekaligus mampu meningkatkan kinerja aparatur yang makin baik.

“Tapi pertanyaannya, apa hanya cukup dengan mengembangkan sistem saja? Tentu saja tidak. Bagi saya, terselenggaranya pemerintahan yang baik dan bersih juga sangat memerlukan sumber daya aparatur yang berkualitas dan berintegritas,” bebernya.

Integritas yang ditunjukkan dari nilai-nilai keikhlasan, ketulusan dan kejujuran dalam diri setiap ASN. Hal itu bukan hal yang mudah karena membangun integritas sama dengan membangun sikap mental yang sudah berakar dan berurat kuat dalam diri PNS. Karenanya, Siswo terus meminta ASN tak putus untuk terus menegakkan integritas, mulai dari diri sendiri. Mulai dari berani menyatakan kebenaran dan kesalahan, mengakui kesalahan diri, berani menolak pungli maupun gratifikasi, serta memberikan pelayanan terbaik kepada publik.

“Mari kita belajar berani jujur. Jujur pada amanah peran dan profesi dengan penuh tanggungjawab dan dapat dipertanggungjawabkan, baik moral maupun sosial. Jadikan diri kita sebagai agen perubahan bagi diri, orang lain dan lingkungannya. Saya yakin, kalau semua punya kesadaran atas pentingnya menjunjung tinggi integritas, maka kerja itu menjadi nyaman, makan dan tidur di rumah ya kepenak, serta tekad kita mewujudkan Jawa Tengah sejahtera dan berdikari bisa segera terwujud,” tandasnya. (Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait