“Langka Ana Kayak Ngene”

  • 23 Jun
  • bidang ikp
  • No Comments

Purbalingga – Pagelaran wayang kulit tak hanya menarik bagi orang tua. Puluhan anak pun menggerombol di dekat panggung wayang kulit yang digelar di Desa Kedunglegok Kecamatan Kemangkon, Jumat (22/6) malam.

Wajah-wajah penasaran pun terlihat sebelum dalang kondang Ki Manteb Soedarsono manggung. Apalagi banyak di antaranya yang batu kali pertama ini menonton pertunjukan wayang.

“Saya mau lihat wayang. Belum pernah lihat sih,” kata Rizal (6), warga Kemangkon yang ditemui sebelum pagelaran wayang berlangsung.

Keinginan untuk mengenalkan wayang juga datang dari para orang tua. Ani, misalnya. Dia yang tinggal di Desa Kemangkon ini mengajak dua anaknya Adit dan Dika untuk menonton pagelaran wayang malam itu. Keduanya pun duduk tenang di sebelah ibunya, dan memperhatikan penampilan Ki Manteb, hingga keduanya tak lagi kuat menahan kantuk di penghujung malam.

“Memang mereka belum tahu ceritanya. Tapi setidaknya mereka kenal dulu apa itu wayang,” beber Ani.

Memudarnya ketertarikan anak-anak terhadap wayang juga diakui Siti, warga setempat. Dia yang berusia 78 tahun itu kesulitan saat mengajak cucu dan buyutnya menonton wayang karena banyaknya tontonan di televisi.

Kendati begitu, Siti tetap menyempatkan menonton pagelaran wayang, setidaknya yang diselenggarakan tak jauh dari rumahnya, seperti malam itu. Bahkan, dia yang ditemani dua anaknya betah menonton lakun “Kresna Duta” hingga menjelang subuh.

Langka ana kayak ngene. Biasane ngrungokake (cerita wayang) saka radio (jarang ada tontonan seperti ini. Biasanya mendengarkan dari radio),” ujarnya sambil tersenyum.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP yang hadir dalam acara itu menyampaikan pagelaran wayang kulit yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tersebut sebagai upaya nguri-uri budaya Jawa, terutama wayang kulit. Apalagi pagelaran wayang merupakan bentuk sosial budaya adiluhung yang sarat nilai kebaikan.
Untuk itu, imbuh Sekda, anak-anak perlu dikenalkan dengan wayang agar tak tergerus budaya asing yang tidak bisa disaring.

“Kita punya wayang, dan kita mesti mengemasnya sesuai perkembangan teknologi, seperti yang dilakukan Udinus Semarang dengan memainkan gamelan menggunakan perangkat elektronik. Boleh berkreasi, tapi yang penting tak menghilangkan gamelannya,” tandasnya.(Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait