Kurangi Kecepatan 5%, Tekan Laka Lantas Hingga 30%

  • 13 Aug
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Kecelakaan lalu lintas masih menjadi faktor penyebab kematian kedua terbesar di dunia. Hal itu berdasarkan data 2015. Bahkan, pada tahun lalu, sekitar 39 ribu orang di Indonesia meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas.

“Dari angka kecelakaan yang cukup tinggi itu, korban meninggalnya sebanyak 39 ribu. 80 persen korban meninggal dunia akibat kecelakaan adalah usia produktif. 72 persen di antaranya adalah pengendara sepeda motor,” beber Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi saat menghadiri Dialog Nasional “Sayangi Nyawa, Kurangi Kecepatan” Pekan Nasional Keselamatan Tahun 2018 Jalan di Hall Merbabu PRPP, Minggu (12/8).

Menhub menegaskan, untuk menekan kecelakaan lalu lintas, dibutuhkan kontrol diri dari setiap pengguna jalan. Salah satu yang berdampak signifikan, dengan mengurangi kecepatan berkendara. Langkah itu pun penting dilakukan oleh para pengemudi kendaraan bermotor di Jawa Tengah. Pasalnya, Jawa Tengah menempati urutan kedua sebagai provinsi dengan jumlah korban kecelakaan lalu lintas terbanyak se-Indonesia, setelah Jawa Timur.

“Mengurangi lima persen kecepatan dapat mengurangi 30 persen angka kecelakaan lalu lintas. Jika kita mengurangi kecepatan itu artinya kita mengontrol diri kita. Sebanyak 47 negara di dunia telah mengimplementasikan batas kecepatan di dalam kota adalah 50 km per jam,” tegasnya.

Budi mengimbau pengemudi kendaraan bermotor khususnya dari kalangan pelajar, untuk terlebih dulu mengantongi surat izin mengemudi (SIM) sebelum mengendarai motor atau mobil. Mereka juga diminta mematuhi peraturan lalu lintas.

Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi yang juga hadir sebagai narasumber berpesan, pengemudi harus memeriksa kondisi rem sebelum berkendara. Jangan mengikuti ego untuk berkendara ugal-ugalan di jalan, kemudian mengabaikan keselamatan diri dan pengguna jalan lainnya.

“Sebelum naik motor cek dulu rem pakem atau tidak. Karena kalau tidak pakem sangat bahaya. Sayangi nyawa, sayangi keluarga. Jangan semata-mata ego pribadi pengen ngebut, lalu kita lupa di rumah ada anak, istri/ suami, orang tua yang menunggu,” pesannya.

Menlu kemudian bercerita tentang hobinya bersepeda saat dirinya menjabat sebagai duta besar di Belanda. Di negeri kincir angin itu, dia biasa gowes dari wisma menuju kantornya yang berjarak sekitar sembilan kilometer. Selain aman dan dapat menikmati suasana perkotaan, menurutnya bersepeda juga meningkatkan kebugaran tubuh.

“Waktu saya menjadi duta besar di Belanda, tiap pagi kecuali saat salju turun atau malam hari udara drop sehingga jalan menjadu licin, biasanya saya bersepeda. Antara wisma sampai kedutaan itu jaraknya sekitar sembilan kilometer. Cukup dekat hanya butuh waktu 15-20 menit,” kenangnya.

Retno menambahkan, Belanda dikenal sebagai negara dengan angka kecelakaan lalu lintas yang rendah di Eropa. Netherland menempati urutan keenam dengan angka kecelakaan lalu lintas terkecil se-Eropa, yaitu 37:1.000.000.

“Sebelum di Belanda, saya kebetulan menjadi duta besar di Norwegia. Saya lihat survei road safety index tadi malam bahwa ternyata Norwegia adalah negara dengan kecelakaan berkendara paling kecil se-Eropa. Angka kecelakaannya 26 per 1 juta. Sementara Belanda nomor enam se-Eropa dengan kecelakaan lalu lintas paling sedikit, angkanya 37 per 1 juta,” terangnya.

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjelaskan, kecelakaan lalu lintas seringkali terjadi menjelang lebaran. Oleh sebab itu, pihaknya bersinergi dengan kepolisian dan pihak terkait lainnya untuk mewujudkan mudik aman dan nyaman.

“Biasanya kemelut besar kita kalau soal kecelakaan di Jateng kalau mau lebaran. Kita kerja sama dengan Polda, kita bikin mudiknya lancar dan aman,” jelasnya.

Saat dialog berlangsung, orang nomor satu di Jawa Tengah itu berinteraksi dengan salah seorang pelajar kelas XII bernama Alisya. Gubernur bertanya kepada gadis berusia 16 tahun itu moda transportasi apa yang biasa dia gunakan saat berangkat atau pulang sekolah. Dengan malu-malu, Alisya pun menjawab, sehari-hari dia berkendara menggunakan sepeda motor menuju sekolahnya, meskipun belum memiliki SIM.

Alisya yang sadar bahwa dirinya melanggar peraturan lalu lintas pun diminta Ganjar untuk mengampanyekan keselamatan berkendara kepada teman sebayanya. Semula gadis berhijab itu enggan untuk menyampaikan imbauan karena sadar dirinya juga melanggar.

“Kalau saya memberi saran (kepada teman-teman) kan saya juga melanggar, jadi nggak enak, Pak. Intinya, sebagai anak muda kita sadar peraturan dulu. Bro, kalau misal berangkat sekolah, kita bareng-bareng naik angkutan umum aja. Soalnya kita masih 16 tahun, belum punya SIM. Jadi nggak usah naik motor gitu,” imbaunya kepada sesama pelajar.

Menanggapi pernyataan Alisya, gubernur merasa fasilitas bus sekolah sangat diperlukan. Terutama bagi pelajar yang belum memiliki SIM. Namun, selama belum ada fasilitas bus sekolah yang layak, maka keberadaan BRT akan dimaksimalkan. Pemprov Jateng bahkan memberikan tarif khusus yang sangat terjangkau bagi pelajar dan buruh yang menumpang BRT Trans Jateng.

“Kayaknya kita perlu fasilitas bus sekolah. Sebelum kita punya fasilitas bus sekolah yang bagus, BRT kita dorong. BRT bantuan Pak Menteri Perhubungan yang menjadi Trans Jateng itu, kita dorong dengan memberikan tarif yang sangat murah untuk pelajar dan buruh. Subsidi kita kurang lebih setiap tahun Rp 9 miliar-Rp 10 miliar. Kebumen dan Wonosobo pakai angkot. Pelajar yang ada di remote area diberikan bantuan itu,” jelasnya.

Ganjar juga berpikir gagasan jalur khusus bersepeda. Seperti di Belanda yang tertib lalu lintasnya, sehingga pegowes dapat berkendara secara aman dan nyaman di jalan.

 

“Mungkin nggak ya di kota kita buat jalur khusus sepeda. Di Belanda asyik banget bisa bersepeda pagi berkeliling. Membangun kesadaran lalu lintas sampai tertib itu mencerminkan bangsa yang tertib,” pungkasnya.

 

Penulis : Ar, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

 

Berita Terkait