Kemiskinan Jateng Turun Paling Signifikan se-Indonesia

  • 23 Aug
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Meski persentase kemiskinan di Jawa Tengah masih 13,01 persen (4.450.072.000 jiwa) per Maret 2017, atau masih di atas target sebesar 10,40 persen, namun ternyata, penurunan angka kemiskinan di Jawa Tengah yang terhitung paling signifikan se-Indonesia. 

Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, Margo Yuwono mengatakan, inflasi periode September 2016 hingga Maret 2017 yang hanya 2,63 persen mampu menjaga garis kemiskinan sebesar 3,25 persen dengan pendapatan per kapita dari Rp 322.748 per bulan pada September 2016, menjadi Rp 333.224 per kapita per bulan pada Maret 2017.

“Inflasi kita di September kecil. Cuma 2,63. Itu berpengaruh pada kemiskinannya Jateng paling tinggi se-Indonesia. Turunnya 43 ribu. Bahkan di Aceh naiknya 31 ribu. Jadi faktor menjaga inflasi penting, juga faktor pendapatan yang mengangkat keluarga miskin keluar dari kemiskinan,” katanya saat paparan dalam Rakor Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah, Rabu (23/8) di eks Kantor Balitbang Provinsi Jawa Tengah, Jalan Imam Bonjol Semarang.

Dalam menjaga laju inflasi, tambah Margo, penting untuk memperhatikan terjaganya harga komoditas, terutama komoditas pangan. Sebab komoditas pangan menjadi penyumbang terbesar garis kemiskinan, yakni sebesar 73,41 persen. Untuk komoditas nonpangan, antara lain perumahan, bensin, dan listrik, hanya menyumbang 26,59 persen.

“Bagaimana kita menjaga garis merah (kemiskinan, red) agar tidak naik tajam, supaya kemiskinan bisa kita kurangi. Kata kuncinya adalah menjaga laju inflasi. Kalau inflasi kita jaga, garis merahnya tidak bergerak, tinggal bagaimana kita menaikkan pendapatan,” jelas dia.

Wakil Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko MSi yang juga selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Provinsi Jateng menyambung, untuk menekan angka kemiskinan di Jateng, OPD perlu mempertajam program-program yang berorientasi pada kemiskinan.

“Kalau lebih dipertajam, tentu orientasi kewilayahannya menuju kepada 15 daerah (di zona merah, red). Tentu kita tidak bicara hanya 15 kabupaten/ kota. Tapi kita bicara prioritas. Sebanyak 15 kabupaten yang miskin, barangkali potensi dan kondisi kemiskinannya tidak sama persis,” tuturnya.

Heru memberi pendapat, penanganan kemiskinan mungkin bisa difokuskan ke arah di mana program satu dinas dan dinas yang lain tidak sama, tapi masih dalam lingkup 15 daerah berzona merah. Dengan begitu, bisa saling bersinergi.

“Misalnya dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan akan membantu ayam kampung atau bebek. Apakah diarahkan ke Brebes karena disana ada sentra telor asin. Umumnya (Jateng, red) memang agraris. Kalau agraris kan dekat-dekat dengan pertanian, perikanan, peternakan. Kalau sudah begini kan teman-teman di rumpun pertanian,” jelasnya.

Heru berharap, jajarannya sudah mempersiapkan penanganan kemiskinan seperti pemikirannya tersebut. Sehingga, mulai dari rencana, pemrograman hingga penganggaran, bisa dilaksanakan di tahun yang tengah berjalan atau tahun depan dengan kreasi masing-masing.

“Mudah-mudahan sudah ke sana pemikirannya. Kalau sudah, berarti saya menggarisbawahi. Kalau belum, saya mengingatkan,” tandasnya.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait