Kemerdekaan = Warisan yang Harus Dirawat

  • 20 Aug
  • bidang ikp
  • No Comments

Pemalang – Waktu menunjukkan pukul 23.30 WIB. Namun, ribuan warga Pemalang dan sekitarnya tampaknya masih enggan beranjak dari Alun-alun Pemalang, demi bisa bertemu dengan Habib Luthfi bin Yahya, Habib Umar Muthohar, Habib Zaenal Abidin, dan Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP, Minggu (19/8) malam.

Masyarakat sudah memadati alun-alun sejak sekitar pukul 20.00 WIB. Mengisi waktu dengan salawatan, menyanyikan Yalal Wathon, menyenandungkan lagu-lagu dari Nisa Sabyan seperti Deen Salam dan Ya Habibal Qolbu, seolah-olah waktu cepat berlalu. Apalagi tausiyah dari Habib Umar yang kocak, membuat masyarakat semakin berat meninggalkan lokasi.

Dalam tausiyahnya, Habib Umar Muthohar menyampaikan, terjadinya bencana, sangat dipengaruhi faktor akhlak (ibadah dan tingkah laku) manusianya. Jika buruk, Allah bisa menghadirkan bencana sebagai peringatan.

Membangun akhlak yang baik, lanjutnya, berawal dari keluarga. Apabila seorang pemimpin keluarga akhlaknya tidak baik, maka sangat besar peluang keluarganya berakhlak buruk.

Habib Umar kemudian mencontohkan keluarga Nabi Ibrahim AS, dimana Nabi Ibrahim sebagai pemimpin keluarga taat kepada Allah SAW. Melalui mimpi, Allah memerintahkan menyembelih anaknya, Nabi Ismail AS. Meski dengan hati yang sangat berat, Nabi Ibrahim tetap melaksanakannya.

“Niki bulan besar, peringatan
berkaitan dengan perjalanan keluarga yang dimuliakan Allah, Nabi Ibrahim. Keluarga Nabi Ibrahim niku, bapake sholeh, ibuke (Siti Hajar) sholehah, anake (Nabi Ismail) ya sholeh. Mergo bapak ibuke nggenah, mendapat karunia dari Allah, maka anake yo nggenah,” tutur Habib Umar di acara yang masih rangkaian dengan Peringatan HUT ke-68 Jateng.

Sementara itu, Habib Luthfi yang hadir pukul 23.38 WIB bersama Gubernur Ganjar Pranowo menggelorakan rasa nasionalisme kepada para jamaahnya. Habib Luthfi bin Yahya berpesan kepada seluruh jamaah agar terus merawat Indonesia yang kemerdekaannya sudah diperjuangkan oleh para pahlawan. Generasi saat ini sudah tidak lagi merasakan beratnya perjuangan melawan penjajah. Mereka cukup mengisinya dengan berbagai kegiatan positif. Tidak menebar hoaks dan tidak mudah terpancing isu.

Habib Luthfi mengibaratkan kemerdekaan Indonesia dalam sebuah keluarga adalah warisan. Jika melihat anak-anaknya yang ditinggalkan saling bertengkar, orang tua yang sudah meninggal pasti akan merasa sedih.

“Cara membahagiakannya sederhana.
Keluarga kudu sing rukun, kompak. Sing ning jero kubur ndelok putra putrine rukun, ora gampang terkena hoaks. Mata, telinganya punya filter, tutur katanya punya filter. Kaya apa senenge wong tua. Tapi kalau sudah melihat anak pecah belah, kakang adi ora rukun, kecewane kaya apa,” jelasnya.

Apabila generasi penerus bangsa tidak mampu mengisinya dengan kegiatan positif, mestinya malu dengan para pahlawan. Apa yang ditinggalkan mereka, mesti dilestarikan.

“Meski merah putih tidak ada tulisannya, tapi itu terkandung harga diri bangsa, terkandung jatidiri bangsa. Maka dari itu jangan sampai kita jadi orang-orang yang mengecewakan orang tua,” tandasnya

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait