Kementerian PAN RB dan Kemendikbud Beda Tafsir Aturan GTT

  • 28 Nov
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Nasib Guru Tidak Tetap (GTT) yang tidak jelas, menjadi perhatian serius Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP. Dia mendorong agar persoalan itu segera bisa diselesaikan. Sebab, mempertaruhkan GTT sama dengan mempertaruhkan nasib pendidikan ke depan.  

“Kita tidak hanya bicara kasihan sama mereka, tapi juga untuk memastikan agar tidak terjadi jeda yang terlalu panjang soal eksistensi guru yang ada di daerah. Nanti kalau mereka pertaruhkan, nasib pendidikan kita ke depan seperti apa,” kata Ganjar pada FGD Solusi Kekurangan Guru dan Permasalahan GTT/ Honorer di Jawa Tengah, yang berlangsung di Wisma Perdamaian, Selasa (28/11) .

Kondisi daerah yang kekurangan guru, imbuhnya, memaksa kepala sekolah merekrut guru tidak tetap. Ganjar mengungkapkan, di Jawa Tengah kekurangan guru mencapai 49.631 orang. Jumlah itu terdiri dari guru TK, SD, SMP sebanyak 38.859 orang, guru SMA 4.732 orang, guru SMK 5.056 orang dan guru SLB sebanyak 934 orang. Namun, guru yang direkrut kepala sekolah tidak bisa mendapat NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan). Nomor itu hanya bisa diberikan kalau GTT memiliki Surat Keputusan dari Kepala Daerah. Sementara, untuk memberikan SK, kepala daerah terkendala pada PP Nomor 48 Tahun 2005 yang melarang pengangkatan guru honorer. Para kepala daerah pun, tidak berani melanggar aturan.

Untuk menyelesaikan persoalan GTT yang berlarut-larut, seorang anggota PGRI Kabupaten Purbalingga menyampaikan, Pemerintah Kabupaten Purbalingga saat ini akan mengambil inisiatif untuk memberikan SK dengan dasar PP Nomor 19 tahun 2017 tentang Perubahan PP Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru. PP itu merupakan turunan dari UU Guru dan Dosen, yang pada pasal 59 ayat 3 menyebutkan, pemerintah daerah wajib mengisi kekosongan guru demi kelangsungan proses belajar mengajar.

Mendengar penuturan itu, Ganjar kemudian menanyakan kepada Kepala Biro Hukum dan Informasi Kementerian PAN RB Herman Suryatman, apakah langkah itu dibolehkan. Pertanyaan itu tidak dijawab dengan tegas oleh Herman. Dia hanya menyampaikan, dalam UU Kepegawaian cuma ada dua status pegawai, yakni ASN dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sehingga, kalau ingin mendapatkan status tersebut, mesti lulus tes.

Jawaban itu, tidak membuat Ganjar puas. Sebab, Kementerian PAN RB adalah institusi yang juga bertanggungjawab dalam persoalan GTT.

“Jika ternyata penggunaan PP 19 (Tahun 2017) bisa, mengapa harus menunggu revisi PP 48 (Tahun 2005). Tapi kalau ternyata tidak boleh dan Purbalingga sudah terlanjur mengangkat kemudian kena masalah hukum bagaimana? Saya minta saudara menjawab tegas di sini, boleh atau tidak boleh,” tandasnya.

Pertanyaan Ganjar yang tajam akhirnya dijawab Herman bahwa penggunaan PP 19 Tahun 2017 tidak dibolehkan. Pengangkatan GTT mesti menunggu revisi PP nomor 48 Tahun 2005.

Namun, jawaban itu justru berbeda ketika Ganjar mengonfirmasi kepada Sekretaris Dirjen Guru dan Tenaga Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dr Nur Jaman MSi.

“PP itu lex specialis-nya di Undang-undang Guru dan Dosen. Jadi boleh saja,” terangnya.

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi menambahkan, sejumlah daerah saat ini sudah menerapkan PP Nomor 19 Tahun 2017, seperti NTB dan Jawa Timur. Hingga sekarang, penerapan itu belum menemui masalah.

Perbedaan jawaban antara Kementerian PAN RB dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu kemudian disikapi Ganjar, agar PGRI Purbalingga bersama bupati melakukan kajian terhadap PP Nomor 19 Tahun 2017. Jangan sampai ketika diterapkan, menjadi temuan BPK.

“Saya menyarankan daripada nanti jadi temuan BPK, lebih baik konsultasi dengan BPK atau BPKP untuk membaca tafsir (peraturan). Dua kementerian saja beda,” ungkapnya.

Apabila nanti BPK membolehkan, lanjut Ganjar, langkah yang diambil Purbalingga bisa menjadi contoh bagi daerah lain.

“Sebenarnya kawan-kawan GTT itu cuma butuh status jelas dan SK resmi agar bisa ikut sertifikasi,” ujarnya.

Orang nomor satu di Jawa Tengah itu juga meminta Kemendikbud dan KemenPAN RB untuk saling berkoordinasi menyelesaikan masalah GTT dan PTT. Jika kementerian terkait tidak bisa melakukan pengangkatan dengan cepat, mungkin KemenPAN RB bisa memberikan ruang bagi kepala daerah untuk mengangkatnya.

“Ini memang sengaja saya kepengin dorong untuk kita perjelas (nasib GTT) dari Jawa Tengah,” pungkasnya.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait