Kalau “Recehan” Dibiarkan, Bisa Jadi Besar

  • 25 Aug
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Dalam menindak kasus korupsi, KPK tidak memandang antara nominal besar dan kecil, meskipun dalam UU Tindak Pidana Korupsi terdapat catatan nominal yang menjadi perhatian. 

Tim Monitoring Evaluasi Korsupgah KPK RI Najib Wahito mengatakan, jika nominal kecil tidak diperhatikan, akan sangat berpeluang menjadi besar.

“Ibu/ Bapak pasti pernah mendengar OTT ‘recehan’. Sebenarnya hal-hal kecil itu perlu diberantas juga. Karena kalau yang kecil dibiarkan, itu akan jadi yang besar. Karena tidak ada gambar kalau tidak dari titik. Semua gambar dimulai dari titik,” kata Najib dalam acara Monitoring Evaluasi Capaian Rencana Aksi Pemprov Jateng di Kantor Inspektorat, Kamis (24/8).

Meski KPK gencar melakukan OTT, sambung dia, faktanya korupsi masih saja terjadi. Najib mencontohkan, minggu-minggu terakhir ini saja, KPK sudah melakukan tiga kali OTT.

“Ibarat mobil/ motor melawan arus itu sering dijumpai. Masalahnya tidak ada penindakan. Hal-hal kecil seperti itu tetap perlu diberitahukan. Kalau dibiarkan lama-lama bagi yang bersangkutan akan berpikir, ah nggak apa-apa. Nanti efeknya akan jadi budaya bagi yang bersangkutan. O melanggar juga nggak apa-apa,” jelas dia.

Ditambahkan, akar korupsi bisa dari banyak faktor. Salah satunya adalah kasus suap di Kemendes yang terjadi akibat pressure untuk mencapai prestasi meraih predikat WTP.

“Karena ingin mendapat WTP, sehingga membuat beberapa oknum di Kemendes melakukan apa yang sudah Bapak/ Ibu tahu. Kemarin saya baca di koran, untuk menyuapnya bahkan harus urunan. Urunan dari para eselon II. Urunan berarti uang sendiri kan? Uangnya sendiri dari mana sampai terkumpul Rp 100 juta lebih,” katanya.

Untuk mencegah melakukan tindakan korupsi, lanjut Najib, bisa menerapkan teori pencegahan kejahatan secara umum yang disebut broken windows. Teori tersebut merupakan hasil penelitian Amerika Serikat.

“Intinya, kalau ada rumah yang dibiarkan tidak terurus, misalnya kacanya pecah, itu akan mengundang berandalan, preman untuk merusak. Begitu dipecahkan, ternyata lama-lama makin rusak, karena orang-orang jadi semakin ingin merusak lagi. Tapi ketika rumah itu dirawat, biasanya tidak ada yang berani menyentuhnya. Itu yg biasa dipakai kepolisian untuk pencegahan kejahatan secara umum,” terangnya.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP menyampaikan hal senada. Dia meminta jajarannya untuk tidak sedikitpun berpikir melakukan korupsi yang di dalamnya ada gratifikasi.

“Gratifikasi muncul karena ada kolusi, kongkalikong. Ini tadi saya rembuk bareng dengan beliau (Najib, red). Kolusi itu bisa dimungkinkan dari alur nepotisme. KKN itu yang N-nya jadi PR kita bersama. Kalau (penanganan, red) korupsi sudah oke. KPK sudah banyak apresiasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri,” ungkapnya.

Pendampingan yang dilakukan KPK selama kepemimpinan Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP dan Wakil Gubernur Heru Sudjatmoko MSi, imbuhnya, sudah dirasakan dampak perubahannya. Perubahan yang utama adalah mindset aparatur yang kini berusaha memberi layanan optimal bagi masyarakat dan tingkat kepatuhan dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan.

“Terima kasih kami di Jawa Tengah sudah banyak perubahan. Saya selama 4,5 tahun jadi sekda ini ada periodesasi pada saat gubernur terdahulu dan sekarang. Menurut hemat saya sudah banyak perubahan. Yang utama mindset teman-teman, tingkat kepatuhan terhadap ketentuan perundangan, walaupun masih ada satu dua yang kena OTT seperti di kantor perikanan kelautan di Rembang. Itu sudah dalam proses,” urai mantan kepala Dinas Kehutanan tersebut.

Sekda menegaskan agar kejadian OTT tersebut menjadi pelajaran. Sehingga, ke depan tidak terjadi lagi tindakan serupa, dan tata kelola pemerintahan yang baik betul-betul dapat terwujud.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait