Kabupaten/Kota Boleh Usulkan UMK Melebihi PP

  • 30 Oct
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Pemerintah kabupaten/ kota di Jawa Tengah boleh mengusulkan Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) melebihi peraturan pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 sebesar 8,03 persen.

“Memang sudah ada PP yang mengatur, namun fakta di lapangan tidak bisa 100 persen menggunakan itu, pasti ada tarik ulur,” kata Gubernur Jawa Tengah, H Ganjar Pranowo SH MIP saat berkonsultasi terkait pengupahan dengan Ketua DPRD Jateng, Rukma Setyabudi di kantor DPRD Jateng, Selasa (30/10).

Menurut dia, ada pengaturan-pengaturan di sejumlah daerah yang menggunakan formulasi berbeda. Meskipun berbasis PP Nomor 78 Tahun 2015, namun tidak semua daerah di Jateng dapat menggunakan formula itu.

“Misalnya di Batang, tentu tidak bisa menggunakan PP 78 itu. Di beberapa kabupaten bahkan juga sudah ada kesepakatan antara tripartitnya, mereka akan naik berapa persen. Kalau itu baik maka akan kami ambil,” tegasnya.

Sehingga lanjut Ganjar, dalam penetapan UMK nanti, meskipun berbasis pada PP namun dimungkinkan ada daerah yang kenaikannya melebihi 8,03 persen.

“Ada formulanya sendiri, meski standar formulanya PP, namun ada yang di atas dan di bawah, tapi persentasenya tidak jauh. Ya tipis-tipislah,” tambahnya.

Ganjar menyampaikan, terkait penetapan UMP tahun 2018 yang akan diumumkan pada 1 November 2018 nanti, pihaknya akan menggunakan formula PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Namun berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan, pemerintah provinsi dapat menggunakan formulasi UMK.

“Nah kebiasaan di Jateng ini kita menggunakan UMK terus menerus. Meski UMP kami tetapkan, namun itu hanya untuk memenuhi ketentuan regulasi saja, karena kalau menggunakan UMP kesenjangannya akan sangat tinggi,” ungkap mantan anggota DPR RI ini.

Ditambahkan, penggunaan formulasi UMK merupakan jalan tengah untuk menghindari ketimpangan upah antardaerah. Dia mencontohkan, jika hanya menggunakan UMP, akan terjadi ketimpangan antara Kota Semarang dan Banjarnegara.

“Kalau angkanya segitu (UMP), njeglek mas, nanti tidak adil. Contoh Semarang dengan Banjarnegara, itu angkanya jauh sekali,” kata alumnus UGM ini.

Penggunaan mekanisme UMK, menurutnya lebih bijaksana, karena mendekati daerah masing-masing. Meskipun dalam penggunaan UMK itu, masih ada satu daerah di Jateng yang belum 100 persen memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

“Ada satu daerah yakni Batang yang belum 100 persen KHL. Di Batang masih kurang sedikit, tidak ada satu persen. Sedang kami dorong terus, kalau Batang selesai, maka utang kita lunas. Semuanya sudah sesuai dengan KHL,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Jawa Tengah, Rukma Setyabudi mengatakan jika persoalan PP Nomor 78 Tahun 2015 dalam penetapan UMP merupakan hal yang mutlak dan harus dilaksanakan.

“Kalau soal UMP, sepertinya tidak bisa apa-apa, itu sudah aturan baku. Hanya bisa pakai kebijakan kita terkait UMK. Jadi bisa disesuaikan dengan kondisi regional masing-masing daerah,” ucapnya.

Rukma berharap persoalan upah di Jawa Tengah dapat diselesaikan dengan musyawarah untuk mencari yang terbaik. Penentuan upah mengutamakan agar buruh bisa meningkatkan kesejahteraan, di lain sisi pengusaha juga tetap berjalan normal. “Semuanya harus dipertimbangkan,” tandasnya.

 

Penulis : Bw, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait