Jateng Berhasil Turunkan TFR

  • 21 Mar
  • bidang ikp
  • No Comments

SemarangTotal Fertility Rate (TFR) atau jumlah anak rata-rata yang akan dilahirkan seorang perempuan pada akhir masa reproduksinya di Jawa Tengah pada 2017 mengalami penurunan. Apabila pada 2016 TFR tercatat 2,5, pada tahun ini menjadi 2,3. Angka tersebut lebih rendah dari TFR nasional yang masih berada pada angka 2,4 sesuai hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017.

Kepala Biro Kepegawaian BKKBN Djusni Meirida mewakili Plt Kepala BKKBN Sigit Priohutomo memberikan apresiasi terhadap kerja keras seluruh pengelola dan petugas Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) atas capaian TFR, yang secara nasional juga menurun dari 2,6 pada SDKI 2016 menjadi 2,4 pada SDKI 2017.

“Khusus Jateng, kondisi capaian SDKI 2017 sudah mencapai TFR 2,3 dengan CPR (Contraceptive Prevalence Rate) 65,7. Suatu capaian yang baik di atas rata-rata nasional,” bebernya dalam Rakorda Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga di Ghradhika Bhakti Praja, Rabu (21/3).

Kepala BKKBN Perwakilan Jawa Tengah Wagino SH MSi menambahkan, di Jawa Tengah jumlah peserta KB aktif hingga Desember 2017 sebanyak 76,89 persen, dengan kontribusi KB perempuan 96,84 persen, dan laki-laki hanya 3,16 persen. Sementara, peserta KB baru hanya 53,16 persen dari perkiraan permintaan masyarakat sebanyak 1.544.366 jiwa. Menurutnya, pengetahuan pasangan usia subur mengenai alat kontrasepsi modern perlu menjadi perhatian serius.

“Dari jumlah peserta KB baru, 95,77 persen perempuan, dan laki-laki 4,23 persen. KB yang terbanyak digunakan KB suntik sebesar 53,06 persen. 57,37 persen pelayanan KB dilakukan di pelayanan pemerintah,” ungkap dia.

Plt Gubernur Drs Heru Sudjatmoko MSi berpendapat, program keluarga berencana adalah program yang penting dan strategis. Sebab, berkaitan dengan pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sudah banyak bukti, bangsa yang punya kualitas SDM yang bagus menjadi bangsa yang unggul. Dia menunjuk contoh Vietnam yang sudah lebih maju.

Untuk menciptakan kualitas SDM yang bagus, ditentukan sejak anak berada di dalam kandungan. Jika saat di kandungan gizinya sudah tidak terpenuhi, besar kemungkinan anak menderita stunting atau kekurangan gizi kronis. Akibatnya antara lain, tubuh anak pendek, terjadi penurunan fungsi kekebalan tubuh, dan kecerdasannya terganggu.

Keberadaan posyandu yang berada pada tingkat bawah, imbuh dia, memberikan berbagai layanan yang dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas SDM dari sisi hulu. Seperti pelayanan KB, pemeriksaan ibu hamil, dan penimbangan balita.

“Di posyandu, dihitung berapa pasangan usia subur. Sudah KB atau belum, apa kontrasepsinya. Kemudian timbang balita dicatat semua. Yang datang berapa, yang timbangannya naik berapa, yang timbangannya turun berapa, siapa saja. Kader posyandu membikin grafiknya. Apa ini penting? Saya ingin tunjukkan, data kita balita stunting meski sudah agak turun, tapi masih di atas 25 persen,” jelasnya.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, tandas dia, senantiasa berupaya memperkuat kerja sama dengan pemerintahan di tingkat paling bawah agar masalah tersebut bisa terus berkurang.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait