Jangan Tuding Miring Pesantren

  • 05 Aug
  • Prov Jateng
  • No Comments

Wonosobo – Pondok pesantren dan lembaga keagaman Islam kerapkali mendapat komentar atau tudingan miring dari masyarakat ketika masalah radikalisme dan terorisme mencuat di Indonesia. Padahal, hal itu tidak sepenuhnya benar.

“Katanya ada teror itu dari pondok pesantren, ada demo dari pondok pesantren. Padahal sejatinya, pesantren, para kiai itu mengajarkan santri mengaji. Tidak ada kiai yang mengajarkan pada santrinya untuk demo, atau melakukan perbuatan anarkis. Sehingga harus jernih,” kata Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah Drs H Farhani SH MM dalam acara Pembukaan Pekan Olahraga dan Seni Antar Madrasah Diniyah Tingkat Jawa Tengah (Porsadin) di Pondok Pesantren Al Mubaarok, Manggisan, Jumat (4/8).

Ditegaskan, pesantren yang sudah bersama pemerintah memberikan bekal pendidikan agama dan pendidikan karakter, jangan sampai dicurigai. Dia pun yakin, pendidikan pesantren akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang punya bekal ilmu pengetahuan dan ber-akhlaqul karimah.

Wakil Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko MSi yang membuka kegiatan Porsadin sepakat dengan pernyataan tersebut. Masyarakat hendaknya tidak tergesa-gesa berkomentar miring pada pihak tertentu, terutama pesantren, ketika muncul masalah radikalisme dan terorisme. Apalagi, masalah itu tidak hanya terjadi di Indonesia tapi sudah menjadi fenomena internasional.

“Banyak pemuda-pemuda yang kebetulan mungkin karena membaca, memelajari dari internet. Sementara tidak mungkin satu persatu kita awasi karena memang teknologi informasi tidak mudah kita ikuti dan kita pantau,” tuturnya.

Untuk menghadapinya, lanjut Heru, pemerintah terus menjalin kerja sama dengan banyak pihak. Dan, pondok pesantren tanpa diminta sudah memrakarsai pendidikan cinta tanah air terlebih dahulu.

Hubbul wathon minal iman jadi slogan, yang kita kumandangkan kembali bersama-sama. Termasuk kegiatan sore ini. Kita membuka bersama-sama lomba seni dan olahraga hubbul wathon. Semangat cinta tanah air. Semangat kebangsaan kita,” ucap mantan Bupati Purbalingga itu.

Jika dirunut, Heru berpendapat, sebenarnya tradisi pesantren mengajarkan semangat cinta tanah air bukan baru sekarang. Tetapi sudah sejak zaman Indonesia belum merdeka. Bukti sejarah yang ada mengenai hal tersebut, bisa dibaca ulang.

“Yang pasti pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota se-Jateng saya yakin mendukung pendidikan ponpes, pendidikan diniyah, pendidikan keagamaan. Apalagi pendidikan ini akan mengantarkan anak-anak kita menjadi anak-anak sholih-sholihah, berpendidikan, punya karakter yang Insyaa Allah akan membawa negara ini selamat dunia akhirat,” urainya.

Ketika di antara mereka ada yang “nakal” cukup “dijewer” saja. Jika sulit diarahkan, cukup diserahkan pada pihak kepolisian untuk menjalani proses lebih lanjut.

Nek wonten setunggal kalih ingkang nakal, kita jewer. Yen dipun jewer kok sampun enget, wangsul sae, mboten sah dipun gebuki. Yen dipun engetaken kok angel, mangke kepeksa kita serahaken dhateng kepolisian. Mudah-mudahan tidak demikian karena kita mengutamakan cara persuasif dan edukatif,” jelasnya.

Sebagai informasi, kegiatan Porsadin ini diikuti 1.112 santri dan 420 official se-Jateng. Mereka akan mengikuti 12 cabang lomba, antara lain tahfidz juz amma, MTQ, pidato bahasa arab, pidato bahasa Indonesia, cerdas cermat diniyah, futsal dan atletik. Bagi  para juara di tingkat provinsi, akan mengikuti Porsadin tingkat nasional pada November mendatang di Jawa Timur.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

 

Berita Terkait