Jangan Andalkan Komoditas Sebagai Motor Utama Ekonomi

  • 05 Apr
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Transformasi perekonomian nasional berbasis manufaktur mendesak untuk dilakukan. Fakta tersebut didasarkan pada pengalaman Indonesia yang pernah mengalami krisis moneter pada 1998 silam di mana permintaan terhadap komoditas Indonesia menurun.

Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhanas RI Prof Dr Ir Djagal Wiseso M MAgr diwakili oleh Brigjen TNi Agus Arif Fadilah menjelaskan, pengalaman krisis moneter lalu mesti menjadi pelajaran. Meski beberapa tahun berikutnya perekonomian nasional sempat membaik karena tingginya permintaan dunia terhadap komoditas negeri, namun pada 2013 perekonomian nasional kembali melemah. Hal itu disebabkan permintaan dunia terhadap komoditas Indonesia merosot tajam.
Dengan kondisi tersebut, katanya, perekonomian tidak boleh lagi mengandalkan komoditas sebagai motor utama penggerak ekonomi nasional di Indonesia. Namun Indonesia harus segera menransformasi perekonomian menuju perekonomian yang berbasis manufaktur. Utamanya industri yang mengelola komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan absolut.
“Dengan mengembangkan industri manufaktur atau manufacture base, Indonesia akan semakin banyak memperoleh keuntungan, terutama added value yang besar dan stabilitas ekonomi yang lebih baik,” terang Agus saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Akselerasi Transformasi Ekonomi Berbasis Industri Manufaktur Guna Meningkatkan Kemandirian dan Daya Saing dalam Rangka Ketahanan Nasional” di Novotel Hotel, Kamis (5/4).
Senada dengan hal tersebut, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP menjelaskan, industri obat tradisional merupakan salah satu industri pengolahan yang memiliki keunggulan komparatif cukup tinggi di provinsi ini, baik dari nilai produksi maupun tenaga kerja. Industri obat tradisional dinilainya dapat tumbuh positif.
“Jumlah industri pengolahan obat tradisional berskala besar dan sedang di Jawa Tengah lebih banyak dibandingkan dengan provinsi lain. Jawa Tengah juga memiliki industri bahan baku obat tradisional berskala sedang sampai dengan besar yang memang belum banyak terdapat di Indonesia,” jelasnya.
Tidak hanya industri obat tradisional, imbuh Sekda, industri makan minum juga terus menunjukkan grafik perkembangan positif. Kopi salah satu komoditas yang berkembang cukup pesat di Jawa Tengah. Namun, ekspor komoditas kopi masih didominasi biji kopi mentah (non-roasted). Sehingga industri kopi perlu dikembangkan secara serius.
“Jawa Tengah juga sudah melakukan ekspor komoditas kopi, namun masih berupa biji kopi mentah atau non-roasted yang mencapai 78 persen dari total ekspor kopi Jawa Tengah. Sementara itu, porsi produk kopi roasted hanya dua persen. Pasar kopi dunia sebenarnya masih tumbuh cukup tinggi, namun kinerja ekspor industri ini relatif menurun dalam beberapa tahun terakhir,” bebernya.
Sri Puryono berharap, FGD tersebut mampu memberikan solusi atas berbagai tantangan dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat Jawa Tengah.
“Saya ingin FGD ini menjadi langkah awal untuk percepatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Industri potensial yang kompetitif di daerah harus kita dorong bersama untuk menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru,” pungkasnya.
Penulis : Ar, Humas Jateng
Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait