Inovasi Boleh, Keuangan Daerah Tetap Dijaga

  • 07 Dec
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat menuntut ASN makin inovatif dalam memberikan pelayanan prima kepada publik. Namun, beralih dari birokrasi yang sifatnya konservatif menjadi inovatif bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Sosok pemimpin yang inovatif dapat menjadi teladan bagi karyawannya untuk bersikap open minded dan kian kreatif.

“Saya meyakini kalau kita mau menransformasikan perubahan, maka kekuatan terbesar adalah pada pemimpin. Ada (ASN) yang siap berubah, ada yang belum. Tetapi ketika lokomotifnya memberikan contoh menggunakan pendekatan budaya yang paternalistik, maka (transformasi) itu jauh lebih cepat,” tegas Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP saat menjadi narasumber Talkshow dan Pameran Inovasi Kepemimpinan bertajuk “Inovasi Kepemimpinan Berintegritas untuk Percepatan Perubahan” di Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Provinsi Jawa Tengah.

Mantan anggota DPR RI itu mencontohkan, sebelum memimpin ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dia dan Wakil Gubernur Drs H Heru Sudjatmoko MSi, berkomitmen untuk menerapkan tata kelola pemerintahan yang bersih. Salah satunya dengan melarang segala bentuk jual beli jabatan. Komitmen itu direalisasikan dengan memberi peluang seluas-luasnya bagi setiap pejabat eselon untuk mengikuti rangkaian promosi terbuka.

“Saya janjian dulu sama Pak Heru sebelum memimpin Jawa Tengah. Kami sepakat tidak ada jual beli jabatan. Teman-teman eselon nanti duduk karena memang mereka lolos seleksi terbuka,” contohnya.

Untuk melatih berinovasi, Ganjar menantang peserta pendidikan dan pelatihan kepemimpinan (diklatpim) menyusun dan menerapkan proper tentang proyek perubahan. Proyek perubahan itu diharapkan mampu membantu menyelesaikan permasalahan riil yang dihadapi masyarakat saat ini.

“Ini adalah proper, karya tulis, karya kerja, dan ide-ide dari peserta diklatpim. Kami memberikan ruang atau kesempatan kepada birokrasi kita untuk melatih inovasi. Tujuannya simpel saja, untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang jauh lebih murah,” jelasnya.

Alumnus UGM itu berpendapat, ketika ASN kini semakin dituntut untuk inovatif, regulasi pemerintah seharusnya menyesuaikan perkembangan teknologi saat ini. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah menjadi payung hukum sekaligus memberikan koridor bagi ASN untuk berinovasi  menciptakan pelayanan publik yang makin prima.

“Regulasi juga harus mengikuti perkembangan teknologi, perkembangan yang diminati masyarakat. Kalau kemudian (inovasi) ini jauh lebih baik hasilnya, maka peraturannya diubah. Dan sudah banyak peraturan yang diubah. Misalnya kita menarik pajak itu sudah merubah peraturan. Karena sekarang ada pelayanan samsat keliling,” terangnya.

Senada dengan Ganjar, Kepala BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah Hery Subowo SE MPM Ak CIA CFE mendukung pemerintah daerah untuk terus berinovasi, sepanjang tata kelola keuangan dilaksanakan secara tepat sesuai regulasi yang ada.

Menurutnya, salah satu ciri good governance adalah inovasi yang kreatif yang mampu menciptakan nilai untuk digunakan sebesar-besar kemakmuran orang banyak. Pihaknya pun sangat mendukung. Namun, yang perlu diingat, jangan mengabaikan tata kelola keuangannya.

“UU Nomor 17/2003 sudah mengatur bahwa keuangan negara itu harus dikelola dengan taat peraturan, ekonomis, efisien, efektif, transparan, bertanggung jawab, memenuhi rasa keadilan dan kepatutan. Jadi, boleh saja setiap kepala daerah atau pimpinan berinovasi, tetapi keuangan daerah harus tetap dijaga agar sesuai dengan prinsip tadi,” tutur Hery.

Dia mengapresiasi pemda di Jawa Tengah yang kinerjanya semakin inovatif. Menurutnya, hal itu dibuktikan dari bertambahnya pemda yang berhasil menyandang status wajar tanpa pengecualian sejak dua tahun terakhir. Prestasi tersebut tidak lepas dari peran pemimpin yang inovatif.

Hery melihat dalam dua tahun terakhir tata kelola Jawa Tengah mengalami perbaikan yang cukup signifikan. Sebelumnya kondisi opini laporan keuangannya stuck. Hanya 12 pemerintah kabupaten/ kota yang WTP dari 36 (pemerintah kabupaten/kota dan provinsi). Kemudian dua tahun terakhir meningkat menjadi 21 pemerintah daerah di Jateng yang WTP.

“Semakin banyak yang WTP, artinya ada inovasi yang mendukung WTP itu. Dibutuhkan pula kepemimpinan yang berintegritas sehingga mampu mengelola sumber-sumber keuangan negara secara transparan,” ungkapnya mengapresiasi.

 

Penulis : Ar, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait