Hari Tani Nasional, Pemprov Terus Dorong Lahirnya Petani Milenial  

  • 24 Sep
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Untuk menjaga produkti itas pangan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berupaya melahirkan petani milenial potensial, sejak 2013 lalu. Berdasarkan data 2019, jumlah petani milenial di Jawa Tengah pada 2019 sebanyak 975.600 orang atau 33,7 persen dari 2,88 juta petani di Jawa Tengah. Bahkan, dari jumlah itu, 57.600 orang di antaranya merupakan lulusan sarjana.

Melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Jateng, pemprov telah melaksanakan pelatihan Manajemen Agribisnis Petani Milenial yang diikuti petani muda dan kelompok tani. Hingga kini, program tersebut telah melahirkan empat angkatan petani milenial di Jawa Tengah. Tentu itu menjadi hal membanggakan di Hari Tani Nasional yang diperingati 24 September ini.

Kepala Balai Pelatihan Pertanian (Bapeltan) Distanbun Provinsi Jateng Opik Mahendra mengatakan, pihaknya berusaha melakukan regenerasi petani, agar muncul petani milenial di sektor pertanian dan perkebunan.

“Data BPS, data sensus pertanian, hampir 45 persen itu petani kita berumur di atas 50 tahun. Kalau ini dibiarkan maka nanti semakin ke sini, SDM pertanian akan habis, sehingga perlu strategi,” kata Opik, dihubungi via saluran telepon, Sabtu (23/9/2023).

Strategi tersebut, imbuhnya, menumbuhkan rasa cinta generasi muda di bidang pertanian, salah satunya  mendorong lahirnya petani milenial. Maka diadakanlah pelatihan, kemudian bimbingan teknis.

Ditambahkan, pelatihan diadakan sesuai dengan tema ataupun materi-materi yang relevan dengan milenial. Misalnya, digitalisasi pertanian, dengan menghadirkan narasumber yang bisa mengajari pemasaran menggunakan Google, marketplace, dan sejenisnya. Ada juga, pengenalan teknologi smart farming, pelatihan barista pelatihan dan sebagainya.

Opik menuturkan, pelatihan itu menjadi menarik bagi generasi muda. Termasuk juga perihal pemasaran juga diajarkan. Selama 10 tahun terakhir, kata dia, setidaknya diadakan pelatihan petani milenial di setiap tahun.

“Kalau sekali setahun itu kami bisa 1000 peserta pelatihan, targetnya sekitar 10.000-an (orang) yang khusus pelatihan petani milenial itu,” terang Opik.

Dari pelatihan itu, biasanya akan muncul sosok petani muda dari berbagai daerah di Jateng, dengan beragam komoditas yang mereka tekuni. Ada kopi, beras, buah, sayuran, dan sebagainya. Belum lagi, adanya petani milenial yang memilih memfokuskan diri menjadi penjual hasil tani di marketplace.

“Mayoritas petani milenial itu fokus pada pemasaran karena kemarin momentum Covid kan digitalisasi marketplace, e-commerce kita dorong. Tapi juga di satu sisi, teknologi-teknologi pertanian, inovasi smart farming misalkan, drone untuk pengendalian hama penyakit, untuk pengairan, dan sebagainya, atau penyakit tampak dari aplikasi-aplikasi yang juga ditumbuhkan. Artinya, berbagai inovasi juga dihasilkan oleh petani milenial kita,” jelasnya.

Opik membeberkan, kehadiran petani milenial dengan mayoritas jadi tenaga pemasaran, menjawab kelemahan petani konvensional, yang selama ini berhasil memproduksi secara berlimpah, tapi kesulitan memasarkan produk tani.

Belum lagi, para petani milenial banyak yang berhasil memasarkan sendiri ke titik pasar yang dituju. Seperti ke hotel, restoran, pondok pesantren, kantor pemerintahan atau instansi, dan lainnya, yang dulunya titik-titik pasar itu tidak pernah tersentuh petani secara langsung.

“Mereka punya terobosan untuk memasarkan langsung ke hotel, kelompok petani memasarkan langsung ke restoran, supaya memotong rantai pasok yang terlalu panjang,” sambungnya.

Inovasi pemasaran yang demikian, terang Opik, membuat petani milenial bisa mendapatkan keuntungan yang lebih baik. Dengan begitu, kesejahteraan petani pun bisa meningkat. (Ak/Ul, Diskominfo Jateng)

 

 

 

Berita Terkait