Guru Istimewa Tak Sekadar Menginspirasi

  • 10 Dec
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Keberadaan guru hingga kini ibarat tarikan dua pendulum.  Antara idealisme bekerja karena panggilan jiwa, dan pragmatisme kebutuhan memperoleh gaji yang layak dan jaminan sosial.

Potret guru tersebut dikemukakan oleg Ketua PGRI Jawa Tengah Widadi saat menghadiri Puncak Peringatan HUT Ke-72 PGRI dan Hari Guru Nasional Tahun 2017 bertajuk “Membangkitkan Kesadaran Kolektif Guru dalam Meningkatkan Disiplin dan Etos Kerja untuk Penguatan Pendidikan Karakter” di Balairung UPGRIS, Sabtu (9/12).

Widadi mengatakan, permasalahan yang dihadapi para guru hendaknya didiskusikan melalui dialog yang terbuka, logis, empati, dan etis agar memperoleh solusi yang bijak. Baik guru maupun pemerintah hendaknya proaktif, bukan reaktif.

“PGRI dan guru tidak perlu sok manja, bawel, dan merasa menjadi korban. Sebaliknya, birokrasi tidak perlu sok sibuk, sok jaim, dan sok kuasa. Sehingga bisa saling memahami. Mindset masing-masing harus dewasa dan berpikir bahwa selalu ada jalan keluar yang cerdas,” jelasnya.

Widadi menuturkan, keseriusan Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP sebagai host saat memandu focus group discussion tentang “Solusi Mengatasi Kekurangan Guru dan GTT honorer” beberapa waktu lalu adalah kado indah bagi HUT Ke-72 PGRI.

“Betapa Bapak Gubernur gigih memperjuangkan GTT. Sehingga kita tidak perlu ragu atas komitmen beliau,” tuturnya.

Pada acara tersebut, Gubernur Ganjar Pranowo pun berdialog dengan dua orang guru kelas GTT. Mereka adalah Sulyanto, GTT di SDN 3 Wirosari Grobogan dan Oktalia Budi Susanto, GTT di SD Karangtengah I Subah Batang.

Orang nomor satu di Jawa Tengah tersebut menanyakan berapa gaji yang diterima kedua GTT itu dan apakah gaji itu cukup untuk membiayai hidup keluarganya.

Sulyanto bercerita dia menerima gaji Rp 350 ribu tiap bulannya. Gajinya setara dengan gaji sang istri yang juga GTT SD. Bagi bapak dari dua anak itu, gaji keduanya sebagai GTT tidak cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari mereka.

Tanpa meninggalkan profesi utamanya sebagai guru, Sulyanto pun memilih bertani dan membuka jasa driver untuk menambah penghasilan, meski hasilnya tak menentu. Dia juga menggarap tanah yang disewa, sehingga bisa menambah pendapatan sekitar Rp 3 juta per tiga bulan dari hasil panen.

Nasib Okta, GTT SD Karangtengah I Subah Batang tak berbeda dari nasib Sulyanto. Semasa awal mengajar, Okta bahkan pernah merasakan mendapat gaji Rp 200 ribu per bulan. Namun gaji itu akhirnya meningkat menjadi Rp 300 ribu. Sementara itu, istrinya yang bekerja sebagai GTT SMP memeroleh gaji Rp 500 ribu per bulannya.

Okta juga menjalankan pekerjaan sampingan sebagai operator di dana pensiun dan jasa driver. Sebagai operator, Okta memeroleh gaji Rp 1,3 juta per bulan. Meski gajinya sebagai GTT minim, Okta tidak ingin meninggalkan profesi utamanya itu. Baginya menjadi guru adalah sebuah panggilan jiwa.

Panjenengan benar-benar mencintai profesi ini? Tidak terbesit pikiran akan meninggalkan profesi ini?” tanya Ganjar kepada Sulyanto dan Okta.

“Tidak Pak. Menjadi guru adalah panggilan jiwa,” jawab keduanya mantap.

Mendengar cerita tentang kegigihan kedua GTT tersebut, Ganjar terkesan. Menurutnya, tidak banyak orang yang memiliki semangat juang tinggi untuk mengabdi, meskipun imbalan yang diterima tidaklah banyak.

“Bapak/Ibu jangan kecil hati. Saya bangga betul dengan guru GTT yang punya passion mengajar. Kami tidak akan pindah profesi apapun yang terjadi. Itu sikap yang menurut saya membanggakan,” ujarnya mengapresiasi.

Pihaknya berpesan agar para guru, khususnya GTT senantiasa optimistis dalam menjalankan tugasnya.

“Bangkitkan optimisme. Mudah-mudahan saya dan Bapak/Ibu semua senantiasa sehat dan tidak luntur semangat perjuangannya. Selalu cerdas dan berpartisipasi mengatasi persoalan,” pesannya.

Sementara itu, Ketua Umum PGRI Dr Unifah Rosyidi MPd berpesan agar guru senantiasa dapat menjadi suri teladan bagi para siswanya.

“Guru yang istimewa adalah guru yang tidak hanya menginspirasi, tetapi juga menggerakkan anak-anak kita untuk terus belajar. Karena kita berkomitmen menjadikan guru sebagai lokomotif perubahan,” pungkasnya.

 

Penulis : Ar, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait