Guru Hebat, Tak Pernah Kering Memotivasi

  • 04 Mar
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Kondisi ekonomi orang tua yang sulit, seringkali menimbulkan rasa berkecil hati di benak anak yang memiliki cita-cita tinggi. Itu pula yang pernah dirasakan Plt Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko MSi ketika tidak bisa menempuh pendidikan di kampus impiannya, Universitas Gadjahmada. Padahal, dia sudah dinyatakan diterima. 

Saat Konferensi Kerja Keempat Masa Bakti XXI PGRI Jawa Tengah, Sabtu (3/3), Heru menceritakan, saat itu hatinya kecewa karena orang tuanya tidak mampu membayar biaya masuk UGM sebesar Rp 15.000. Bapaknya yang berprofesi sebagai guru kemudian menganjurkan agar dia mencari sekolah yang gratis.

Nggih mboten wonten Pak sekolah gratis. Yang saya ingat-ingat kemudian, pelajaran kata-kata Bapak saya begini, ‘Aja ngomong ora ana, wong durung dijajal‘,” kenang mantan Bupati Purbalingga itu di Kampus II Universitas PGRI Semarang.

Setelah perbincangan dengan bapaknya, Heru melanjutkan ceritanya, secara tidak sengaja dia bertemu rekannya bernama Arifin ketika bermain sepeda. Dia kemudian bertanya, apakah rekannya itu tahu ada perguruan tinggi yang gratis. Rekannya kemudian menginformasikan ada sekolah APDN yang gratis. Rekannya itu kemudian juga memberi brosur.

Mengetahui sekolah APDN yang saat itu masih berkedudukan di Semarang gratis, sesuai dengan petunjuk ayahnya, Heru pun mendaftar dan ternyata diterima. Pascalulus, berbekal ijazah APDN, Heru berkarir mulai dari staf, camat, sekretaris daerah, wakil bupati, bupati, hingga hari ini menjadi Plt Gubernur Jawa Tengah. Sebuah pencapaian yang sama sekali tidak pernah terbayangkan dalam hidupnya.

“Saya pikir ini pelajaran, dan itu dari guru yang kebetulan bapak saya,” ujar dia.

Berkaca dari pengalaman hidupnya, Heru meminta para guru bisa menjadi guru yang hebat. Guru hebat dalam kacamatanya adalah guru yang tidak pernah kering dalam memberi motivasi kepada anak didiknya dan selalu memberi harapan datangnya masa depan yang cerah.

“Ini sebenarnya pengalaman dari rumah. Walau guru itu miskin, walaupun duitnya sedikit, tapi tetap kaya dengan motivasi. Walaupun di rumah sedang banyak persoalan, tapi di kelas secara sadar atau tidak, tetap memberikan inspirasi, minimal harapan,” urainya.

Inspirasi dan harapan yang diberikan seorang guru, menurut Heru adalah penanaman nilai yang tidak lekang oleh waktu. Sebab berbekal kedua nilai itu, seorang anak akan selalu punya semangat dalam meraih impiannya.

“Barangkali Bapak/ Ibu juga punya catatan dari membaca, ternyata dari hasil penelitian, konon, orang-orang yang sangat sukses itu belum tentu yang juara di kelas. Tapi mereka murid-murid yang banyak terinsiprasi oleh gurunya,” tuturnya.

Ketua Pengurus Provinsi PGRI Jateng, Widadi menyambung, guru di era sekarang juga dituntut mampu mengikuti perkembangan zaman. Salah satunya dengan “melek” teknologi. Melek teknologi ini mesti dimasukkan dalam sistem mengajar. Misalnya, saat memberi tugas, jangan lagi meminta anak-anak sekadar menjawab yang jawabannya mudah dicari dengan google. Tetapi, mereka diminta mencari jawaban yang di dalamnya ada proses belajar. Contohnya dengan memberi pertanyaan, sebutkan pahlawan nasional yang membuat repot penjajah.

“Di situ, anak didik bakal belajar baik langsung maupun tidak langsung. Tidak lagi hanya mengandalkan gadget pada Mbah Google untuk mencari jawaban dan tak sekadar copy paste,” jelasnya.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait