Gunakan Ketel Uap, Tahu pun Bebas Bau Sangit

  • 03 Oct
  • Prov Jateng
  • No Comments

Banyumas – Sering mendapati tahu dengan sisa bau sangit? Hal itu kemungkinan karena proses pemasakannya masih menggunakan kayu bakar. Namun, bau tersebut bisa dihilangkan jika pembuatan tahu menggunakan ketel uap, seperti yang diproduksi siswa SMK Negeri 2 Purwokerto.

Tidak hanya menghilangkan bau sangit, penggunaan ketel uap buatan siswa Unit Produksi Teknik Mesin “Karya Teknika” itu juga mampu mempersingkat waktu merebus tahu. Limbah tahu pun dapat didaur ulang menggunakan alat biodigester, sehingga menghasilkan uap yang dapat dimanfaatkan kembali.

Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP mengapresiasi inovasi para siswa SMK tersebut. Dia bahkan memberikan alat teknologi sederhana yang tepat guna itu kepada perajin tahu yang tergabung dalam Kelompok Sari Delai, Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok , saat acara Business Technology Center kepada Kelompok Sari Delai Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Senin (2/10).

“Saya baru saja diberi pertunjukkan karya anak-anak negeri, anak-anak SMK Negeri 2 Purwokerto yang memproduksi ketel uap. Secara teknik sebenarnya sederhana. Tadi dicontohkan semula biasanya langsung dibakar, baunya sangit, lama, dan boros. Sekarang pakai teknologi ini ternyata lebih cepat, tidak berbau dan dikelola lagi, sehingga tidak ada limbah atau zero waste. Limbahnya masuk ke pengelolaan limbah, masuk ke biodigester, sehingga menjadi gas lagi,” terang orang nomor satu di Jawa Tengah itu.

Ganjar pun berbincang dengan Ega Nur Hidayat dan Yuda, siswa kelas XII yang menciptakan ketel uap bersama sejumlah kawannya. Dengan bantuan dari Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah, Ega, Yuda serta tim mereka membuat ketel uap itu selama kurang lebih satu bulan. Meski berlatar belakang teknik mesin, guru pembimbing mereka juga mengajarkan teknik pengelasan.

Mantan anggota DPR RI itu mengapresiasi kerja keras Ega, Yuda, dan kawannya untuk membuat ketel uap demi bisa membantu pemerintah mengatasi persoalan yang dihadapi oleh perajin tahu. Meski demikian, Ganjar mengakui karya siswa SMK Negeri 2 Purwokerto itu masih bisa disempurnakan lagi.

“Tadi saya lihat pengelasan pipanya belum rapat. Nanti diperbaiki biar kemudian tidak bocor. Sehingga panas yang dibawa keluar ke tempat wajan betul-betul efisien penggunaannya. Tapi basis dari teknologi ini menurut saya sederhana, bagus, tepat guna, sehingga masyarakat bisa mendapatkan manfaat,” ujarnya.

Ganjar kemudian menyempatkan diri memantau daur ulang limbah tahu menjadi gas di salah satu rumah warga Desa Kalisari. Alumnus UGM itu berpendapat, daur ulang limbah tahu tersebut merupakan implementasi teknologi ramah lingkungan.

“Sebenarnya kalau masyarakat satu kampung membuat tahu, maka (limbah) ini bisa dikumpulkan. Dan kalau semua bisa diolah, tentu lebih hemat lagi penggunaan energi kita untuk masak sehari-hari. Ini sudah dipraktekkan oleh rumah tangga. Mereka menggunakan ini untuk masak sehari-hari. Saya kira cara ini betul-betul bisa zero waste,” tuturnya.

Ganjar menjelaskan, penemuan teknologi sederhana tepat guna merupakan wujud kolaborasi positif antara pemerintah, akademisi, dan  pelaku usaha.

“Ada tiga titik yang bisa kita hubungkan. Yaitu pemerintah (government), akademisi (academician), dan pelaku usaha (business). Inilah konsep ABG. Ketika kemudian banyak masukan dari masyarakat, maka litbangnya berfikir. Litbang harus menemukan teknologinya, lalu uji cobakan,” pungkasnya.

 

Penulis : Ar, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait