Ganjar Kepincut Bisnis Madu Klanceng

  • 01 Feb
  • bidang ikp
  • No Comments

Magelang – Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP tertarik menggeluti bisnis budidaya lebah klanceng. Jenis lebah tidak bersengat tersebut merupakan penghasil madu yang berkhasiat bagi kesehatan, sekaligus mendatangkan keuntungan ekonomi.

“Wah, aku ya gelem bisnis madu klanceng. Dari 100 kotak rumah lebah setiap bulan bisa memperoleh uang Rp 6 juta. Ini prospek bagus untuk upaya pengentasan kemiskinan,” ujar Gubernur Ganjar saat mengunjungi lokasi budidaya lebah klanceng di Desa Kebonrejo, Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang, Rabu (31/1).

Mengenakan kostum khas peternak lebah, Ganjar berdialog dengan para peserta pelatihan budidaya klanceng sambil memanen madu lebah yang dikembangkan Kelompok Tani Gubug Klanceng di tengah areal kebun pisang. Dalam kesempatan tersebut, orang nomor satu di Jateng itu pun mencicipi madu yang pemasarannya hingga ke berbagai daerah itu.

Menurut Ganjar, melalui kegiatan pelatihan diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan pada masyarakat, supaya mengenal dan memahami bagaimana budidaya lebah madu klanceng sebagai salah satu usaha yang memiliki potensi pasar yang besar dan ramah lingkungan.

“Kita tidak hanya bisa di sini atau sekadar budidaya, namun juga sektor industri rumahan dengan membuat produk turunan. Jika ini terjadi maka nilai tambah ekonomi masyarakat akan tinggi, bahkan desa ini akan menjadi sentra madu klanceng,” bebernya.

Ditambahkan, Pemprov Jateng siap memfasilitasi peserta pelatihan ternak lebah klanceng yang berasal dari Magelang dan beberapa kabupaten tetangga itu. Khususnya terkait pelatihan budidaya dan pengolahan madu klanceng menjadi propolis, serta bantuan kredit permodalan pengembangan usaha.

“Kendala budidaya lebah ini pada ilmu pengetahuan pengembangan dan pengolahan produk turunan. Pemprov siap memfasilitasi. Kami siap mengundang para ahli di bidang ini untuk pendampingan pembudidaya lebah klanceng,” terang gubernur.

Agar adu yang dihasilkan melimpah dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, Ganjar mendorong setiap peternak agar menyediakan minimal 100 kotak rumah lebah. Apalagi lebah madu klanceng mudah diperoleh, seperti bayam raja, bunga matahari, dan bunga dari berbagai tanaman buah-buahan.

Ketua Kelompok Tani Gubug Klanceng, M Haris menyebutkan, satu kotak rumah klanceng mampu menghasilkan madu rata-rata 120 cc per bulan. Madu murni kemudian dijual seharga Rp125.000. Sedangkan membuat satu kotak rumah lebah membutuhkan modal kurang-lebih Rp 150 ribu.

“Jika ada 100 kotak dengan modal Rp 15 juta, maka pendapatan yang diperoleh rata-rata Rp 6 juta per bulan,” katanya.

Hari menerangkan, Kelompok Tani Gubug Klanceng dibentuk sejak November 2014 dengan jumlah anggota saat ini tercatat 29 orang. Hasil madu rata-rata 600 mililiter per tahun dengan masa panen sekitar tiga sampai empat bulan.

“Hasil panen madu dari lebah-lebah saya sebanyak 50 liter perbulan, dengan harga Rp 350 ribu per liter. Jadi pendapatan saya setiap bulan rata-rata Rp 17.500.000,” ujarnya.

Ke depan Kelompok Tani Gubug Klanceng akan mendirikan taman edukasi bagi siapapun yang berkunjung ke Kebonrejo. Dengan adanya taman edukasi, peternak tidak hanya memberdayakan dan menjual madu, namun juga bisa berbagi pengetahuan mengenai lanceng kepada masyarakat

“Kami berharap pemerintah memfasilitasi pelatihan pengolahan propolis, karena madu ini merupakan bahan baku pembuatan propolis,” imbuhnya.

 

Perangi Pembalakan Liar

Usai meninjau lokasi budidaya lebah yang kerap berkembang biak di dalam bambu itu, gubernur menuju Balai Desa Kebonrejo guna berdialog dengan peserta pelatihan, pembudidaya lebah, penyuluh kehutanan dan masyarakat, sekaligus penyerahan sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) kepada para empat kelompok tani. Yakni satu kelompok tani asal Magelang, Purworejo, Grobogan, dan Temanggung.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa Tengah Ir Sugeng Riyanto MSc K menjelaskan, SVLK mempunyai dua fungsi. Yakni memerangi pembalakan liar di Indonesia dengan menjamin, bahwa setiap produk hutan yang diekspor dari Indonesia telah dipanen oleh pihak legal.

“Legal dan bebas dari kemungkinan pencampuran kayu dengan sumber yang tidak teridentifikasi dan menghormati hak-hak masyarakat lokal. Seperti hak negara atas pembayaran pajak dan pungutan hutan lainnya,” terangnya.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait