Ganjar Dukung Pengaktifan Jembatan Timbang

  • 07 Aug
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Meski Jawa Tengah tidak termasuk dalam proyek percobaan pengaktifan kembali jembatan timbang oleh pemerintah pusat, namun Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP mendukung kebijakan tersebut. Bagaimanapun, overdimensi dan overloading (ODOL) kendaraan angkutan berat sudah seharusnya ditertibkan karena membahayakan pengemudi kendaraan berat dan pengguna kendaraan lain, menyebabkan kerusakan jalan serta menimbulkan kemacetan panjang.

“Yang seperti itu membahayakan, angkutan yang sangat luar biasa, yang melebihi segalanya itu menyebabkan jalannya rusak. Itu kalau mereka ngeyel, terus melebihi tonase terus kapasitas jalannya tidak kuat dan remuk,” kata Gubernur Ganjar saat menjadi narasumber dalam program Mas Ganjar Menyapa (MGM) yang disiarkan langsung oleh Radio Sindo Trijaya FM dan beberapa radio jaringan lain di seluruh Jawa Tengah, Selasa (7/8).

Ganjar mengatakan jika dibandingkan dengan jalan yang ada di DIY yang tidak pernah dilewati oleh kendaraan muatan berat, kondisi jalan di Jawa Tengah masih kalah jauh. Sebab, hampir semua jalan di Jawa Tengah dilalui kendaraan muatan berat.

Dari data pelanggaran mulai April–Juni 2018 ada 55.009 kendaraan yang diperiksa di 11 titik. Dari keseluruhan itu kendaraan yang melanggar mencapai 78,6 persen, di mana pelanggaran daya angkut mencapai 43 persen, pelanggaran dimensi 8,15 persen, pelanggaran dokumen 44,92 persen, pelanggaran tata cara 1,6 persen, dan pelanggaran persyaratan teknis 1,9 persen.

Data dari pemerintah pusat menyebutkan dalam kurun waktu Januari–Juli 2018, dari 21.127 pelanggar yang paling banyak dilakukan di Jembatan Timbang Subah Batang sebesar 3.711 pelanggar.

Untuk mengatasi kerusakan jalan, pihaknya menginisiasi Program Jateng Tanpa Lubang yang lahir dari keresahan masyarakat, karena jalan rusak tidak hanya menyebabkan kemacetan parah, namun juga berujung pada banyaknya korban jiwa. Sehingga dirinya mendorong lubang-lubang di jalan segera diperbaiki dan mendapat penanganan agar menambah keamanan pengguna jalan.

Pihaknya juga mendorong perbaikan jembatan timbang, penambahan sarana prasarana, dan membuat desain agar jembatan timbang bisa menindak kendaraan angkutan berat yang melakukan ODOL.

“Dulu Dishub kita pernah mendesain (jembatan timbang), minimum punya dua hektare lahan, ada gudang dan ada peralatannya. Tapi keburu diambil pusat,” katanya.

Ditambahkan, banyak jembatan timbang yang sudah tidak memenuhi syarat untuk melakukan penindakan kendaraan muatan berat yang melebihi tonase karena keterbatasan sarana dan prasarana. Di samping itu terjadi demoralisasi pegawai jembatan timbang yang meminta pungli dari para supir truk bermuatan berat yang menyalahi aturan. Karenanya, beberapa jembatan timbang ditutup sambil dilakukan perbaikan.

Sementara itu banyak pengusaha dan pemilik kendaraan muatan berat, imbuh Ganjar, melakukan pelanggaran ODOL karena faktor ekonomi agar lebih efisien dan irit serta menghasilkan keuntungan lebih banyak.

“Tambahan-tambahan ini kan keuntungan buat mereka. Kalau kita mau angkut satu truk kira-kira katakan delapan ton, ketika dimensi bisa ditambah dan bisa angkut lebih banyak ukuran delapan ton, bisa angkut 1,5 kali dari delapan ton atau bahkan bisa 20 ton, maka sebagai pengusaha tidak perlu dua truk,” terangnya.

Mantan anggota DPR RI ini mengatakan adanya kebijakan dari Menteri Perhubungan membuat para pengusaha angkutan berat berencana menaikkan tarif angkut mereka. Ini yang perlu menjadi perhatian serius karena konsumen yang akan merasa dirugikan. Terlebih, kenaikan tarif angkutan ini juga berujung pada terjadinya inflasi yang disebabkan oleh angkutan yang seringkali tidak bisa dikontrol oleh pemerintah.

“Ketika kemarin ada omongan akan dinaikkan (tarif angkut), saya bilang ini mesti diajak bicara. Jangan sampai nanti akhirnya mereka menaikkan semua dan akhirnya terjadi inflasi. Inflasi karena angkutan seringkali tidak terkontrol oleh kita,” tuturnya.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah Satriyo Hidayat menyampaikan kebijakan pengaktifan jembatan timbang dimulai 1 Agustus 2018. Kebijakan tersebut didasari karena negara selalu mengeluarkan anggaran pemeliharaan jalan akibat kelebihan sebesar Rp45,7 triliun per tahun di luar anggaran peningkatan jalan.

Meski anggaran yang dikeluarkan untuk perbaikan jalan cukup besar namun anggaran yang dikucurkan tersebut seolah-olah mengalami backlog, mengingat sebelum selesai diperbaiki, jalan yang dilalui angkutan muatan berat akan rusak lagi.

“Kesan masyarakat seolah-olah pemerintah tidak bekerja. Untuk menghilangkan kesan ini sudah dilakukan penertiban mulai 1 Agustus oleh Kemenhub,” katanya.

Pengaktifan jembatan timbang dikerjasamakan dengan PT Surveyor Indonesia agar lebih independen dan bebas pungli. Satriyo mengatakan untuk pilot project ini, Kemenhub baru menggunakan tiga jembatan timbang di Kali Bandong Tangerang, Losarang indramayu, dan Widang Tuban, yang dinilai memiliki sarana dan prasarana lengkap. Di antaranya memiliki lahan yang luas dan tempat untuk membongkar barang.

“Untuk di Jawa Tengah setelah Agustus nanti pemerintah pusat akan mengaktifkan Jembatan Timbang Sarang Rembang karena punya luas lahan 1,5 hektare dan sedang dalam perbaikan,” ujarnya.

Satriyo melanjutkan bagi angkutan yang muatannya lebih dari 100 persen muatan asli, akan disuruh kembali untuk kemudian membongkar muatannya di gudang atau menurunkan barangnya di jembatan timbang, dengan biaya ditanggung pemilik barang. Sementara, untuk angkutan barang yang tonasenya melebihi 75 persen akan langsung ditilang.

Kemenhub juga memberikan toleransi selama satu tahun untuk angkutan barang yang memuat semen dan sembako. Angkutan tersebut diberi toleransi bisa mengangkut barang melebih tonase sebanyak 50 persen.

“Karena memang kalau yang diangkut barang elektronik ongkos kirimnya sesuai dengan barang, tapi kalau yang diangkut seperti sembako harga barang tidak setinggi biaya angkutan,” pungkasnya.

 

Penulis : Kh, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

 

Berita Terkait