Enceng Gondok, Dulu Gulma Sekarang Harta

  • 12 Oct
  • ikp
  • No Comments

TUNTANG – Siapa sangka, enceng gondok yang dulu meresahkan masyarakat Desa Kesongo, di tangan warganya yang kreatif dan inovatif, menjadi harta kebanggaan bagi warga setempat. Enceng gondok yang dianggap gulma karena dapat merusak ekosistem perairan Rawa Pening ini, disulap menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi.
CEO Bengok Craft Firman Setyaji sebagai pelaku usaha enceng gondok menyampaikan, sejak beberapa waktu lalu pihaknya berupaya memanfaatkan serat enceng gondok yang terbilang kokoh untuk berbagai kerajinan. Mulai dari tas, casing handphone, gantungan kunci hingga berbagai furnitur seperti keset ataupun sofa mini.
Alumnus Kriminologi Universitas Indonesia ini mengaku ingin berkontribusi bagi daerah kelahirannya, yaitu Desa Kesongo, agar mendapatkan penghasilan melalui pengolahan enceng gondok. Dia berupaya mengedukasi dan memberdayakan masyarakat dalam menggolah enceng gondok menjadi lebih bernilai.
“Saya berharap dapat berkontribusi bagi desa saya. Di Bengok Craft juga ada pemberdayaan dan pelatihan dalam pembuatan kerajinan enceng gondok,” ujarnya.
Dibandrol mulai dari harga Rp10.000 untuk gantungan kunci, Firman menyampaikan bahwa kerajinan enceng gondoknya telah sampai ke Australia dan Polandia. Dia memasarkan kreasinya melalui Instagram bengokcraft dan dropship di berbagai kota, bahkan menembus peritel terkemuka di Jakarta dan Bali.
Keindahan kerajinan enceng gondok ini pun membius Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin. Ketika mengunjungi stan-stan pameran di Kongres Sampah 2019 di Desa Kesongo, Sabtu (12/10/2019), Gus Yasin, sapaannya, langsung kepincut dengan peci anyaman dari enceng gondok. Seolah terbius, ia segera mencari kaca dan mencoba peci enceng gondok tersebut. Dia begitu menyukai peci baru yang dipakai itu.
Lain halnya ditangan Erna Rihayati dari UMKM Makmur Abadi Kabupaten Semarang, enceng gondok diolah menjadi camilan yang lezat, seperti enceng gondok crispy dan enceng gondok stick. Berkecimpung membuat keripik sejak 2005, Erna menyampaikan, menggolah enceng gondok menjadi keripik  penuh tantangan karena enceng gondok memiliki serat yang tinggi, sehingga membutuhkan waktu satu jam hanya untuk merebus daun enceng gondok.
Diakui Erna, belum banyak yang menggolah enceng gondok menjadi keripik atau panganan karena menggolah enceng gondok yang memiliki serat yang tinggi memerlukan ketekunan tersendiri. Dia pun perlu waktu sebulan untuk menemukan racikan bumbu kripik dan pengolahan yang pas bagi Kripik enceng gondoknya. Tak heran, inovasi kripik Erna begitu menarik perhatian para pengunjung stan Kongres Sampah, termasuk Gus Yasin.
Selain menjadi kerajinan yang cantik dan mendunia serta kudapan yang lezat, enceng gondok pun dapat diolah menjadi bahan bakar alternatif. KTH Agni Mandiri Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali mengolah enceng gondok menjadi gas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Selain itu juga dapat dijadikan pupuk organik. (Ic/ Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait