Dorong  Prioritaskan Payung Hukum Profesi Penilai

  • 23 Oct
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Peran penilai sangat strategis karena mereka independen dan sangat dibutuhkan. Apalagi lembaga ini menilai sesuatu yang berkaitan dengan aset dan berhubungan dengan masyarakat. Ironisnya sampai saat ini profesi penilai di Indonesia tidak mempunyai perlindungan hukum yang kuat.

Pernyataan itu terungkap dalam diskusi Panggung Civil Society dengan tema “Profesi Penilaian dalam Akselerasi Pembangunan Infrastruktur di Jateng” yang digelar di Hotel Patra Semarang, Senin (23/10). Hadir sebagai narasumber dalam dialog tersebut, Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP, Anggota Komisi XI DPR RI Fathan Subchi, Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang Sriyono, Ketua Umum Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi) Okky Damuza, serta Ketua Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPK) Kementerian Keuangan Langeng Subur.

Salah satu anggota Mappi, Uswatun Khasanah mengatakan, mengatakan peran profesi penilai saat ini sangat sentral dan penting. Seperti dalam UU No 2 Tahun 2012, penilai diberi amanat menentukan nilai ganti rugi atas tanah yang terkena dampak pembangunan infrastruktur.

Namun sampai saat ini, profesi penilai di Indonesia belum diatur undang-undang. Keberadaan penilai selama ini sebatas diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan. Sementara peran tersebut menuntut tanggung jawab dan risiko yang besar atas pekerjaan penilaian. Karenanya, para penilai mendesak adanya payung hukum demi kelancaran pekerjaan para penilai dalam melaksanakan tugasnya.

Termasuk saat sosialisasi nilai kepada masyarakat, karena pada tahap tersebut banyak muncul masalah dan penilai selalu dihadapkan pada situasi yang membahayakan keselamatan hidupnya. Pemahaman masyarakat yang menentukan nilai adalah penilai. Padahal jika masyarakat tidak setuju dengan nilai yang ditentukan, dapat mengugat ke pengadilan. Namun yang kerap terjadi, warga menyatakan mereka tidak ada urusan dengan pengadilan.

“Pekerjaan kami berisiko tinggi. Saat sosialisasi nilai kepada warga maka setiap hari pula kami ‘disandera’ untuk merubah nilai. Bapak ibu yang di DPR, ini masalah hidup dan nyawa penilai. Kami berharap anggota DPR yang di sini merespon masalah penilai,” pintanya.

Sementara itu Gubernur Ganjar mengatakan, peran lembaga penilai sangat dibutuhkan pemerintah. Sebab jika dalam pengadaan atau pembebasan tanah pemerintah berhadapan dengan masyarakat secara langsung untuk menilai sendiri, pasti dianggap subjektif dan memaksa. Mengingat pengadaa lahan harus dilakukan, demi kepentingan umum peran penilai penting supaya masyarakat mendapatkan ganti untung yang layak sesuai gradasi berdasarkan penilaian dan metodologi yang ada dan bisa dipertanggungjawabkan.

“Sampai hari ini ternyata penilai payungnya tidak kuat, kasihan mereka. Padahal mereka butuh perlindungan dan kekuatan hukum yang kuat agar pekerjaannya disepakati oleh komponen masyarakat,” terangnya.

Mantan anggota DPR RI itu menjelaskan, profesi penilai sangat penting tapi tidak populer, bahkan tidak banyak orang yang mau mengerti soal ini. Apabila masyarakat memahami dan pemerintah dapat mengerti, maka angka-angka yang dikeluarkan penilai bisa menjadi rujukan pemerintah untuk mengambil keputusan secara adil, tidak ada lagi istilah ganti rugi, tapi ambil alih dan dihargai secara wajar.

“Ketika kesepakatan itu berdampak pada masalah-masalah sosial, mbok iyao ini dilihat sebuah masukan referensi yang kita sebut dalam pembuatan undang-undang sebagai alasan sosiologis. Sehingga pada alasan yuridisnya diperlukan aturan,” katanya.

Gubernur menjelaskan, Jawa Tengah mempunyai kepentingan membuat tol, reaktivasi kereta api, pelabuhan kawasan industri, transportasi, dan lainnya. Dalam pelaksanannya membutuhkan penilai guna menentukan nilai pengadaan tanah paling pas atau layak sehingga masyarakat tidak rugi.

Ia mencontohkan, pembangunan tol Batang, di mana ada sekelompok warga yang menolak dan tidak setuju hasil penilaian dari penilai. Meskipun telah disarankan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan atas penolakan tersebut, warga tidak bersedia karena yang mereka pahami adalah penilaian pengadaan lahan hanya urusan penilai.

“Menurut kami kalau tidak setuju tidak perlu marah-marah, tapi digugat saja dan keputusan pengadilan menjadi keputusan terakhir. Jika terkendala pengacara tidak masalah karena ada pengacara gratis,” tandasnya.

Menanggapi permintaan Mappi, anggota DPR RI Fathan Subchi mengatakan, terkait pentingnya peran profesi penilai dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur, peraturan untuk penilai perlu diundangkan. Menurutnya, naskah regulasi inisiasi pemerintah ini sudah diserahkan kepada DPR RI.

“Kami mendorong Kementerian Keuangan untuk lebih aktif memberikan usulan maupun masukan kepada DPR. Bahkan akan lebih baik kalau usulan peraturan hukum untuk profesi penilai juga diusulkan ke semua fraksi di DPR RI, sehingga usulan tersebut menjadi prioritas,” pintanya.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait